28 Jun 2010

Jangan Melupakan Kehidupan Akhirat

Dalam Hadits Kudsi Allah bersabda :
    'Hai anak adam,,,,, janganlah kamu gembira dengan kekayaan, karena bukankah kamu tidak kekal ? Bersabarlah dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, sesungguhnya Allah Swt , akan menolongmu dalam kesempitan/kesulitan, jangan gelisah sebab mengalami kefakiran, karena ia bukan merupakan ketentuan yang memberatkan padamu,, jangan berputus asa dari Rahmat Allah, Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang, Tinggalkan perbuatan dosa , karena hal itu adalah bekal bagi orang yang berbuat dosa untuk neraka, janganlah mabuk kesenangan dengan kekayaan, karena orang kaya itu terhormat didunia, namun diakhirat ia amat terhina, , Sesungguhnya orang fakir itu didunia terhina, namun diakherat ia amat terhormat, Sesungguhnya kemuliyaan akhirat lebih agung dan lebih kekal ''
 (Hadis Kudsi)

27 Jun 2010

8 Langkah Memelihara Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan jalan untuk meraih kesuksesan hidup. Sebaliknya, terjatuh dalam tekanan hal-hal negatif, keragu-raguan, kecemasan, dan ketidaktentuan tentang kemampuan seseorang merupakan gerbang menuju kegagalan.
Betapa banyak potensi yang terbuang sia-sia dan menghilang begitu saja dikarenakan para pemilik potensi

Sejarah Singkat Imam An-Nawawi

Disusun Oleh: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc.

        Beliau adalah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, Abu Zakaria. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa, sebuah kampung di daerah Dimasyq (Damascus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan kesalehan dan

26 Jun 2010

Sejarah Singkat Imam Muslim


                 Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara'a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti

25 Jun 2010

Sejarah Singkat Imam Hanafi

Sejarah Singkat Imam Hanafi 
       Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab. Di kalangan umat Islam, beliau lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi.

24 Jun 2010

Sejarah Singkat Imam Syafi'i

Nama dan Nasab      
     Beliau bernama Muhammad dengan kun-yah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada

Sejarah Singkat Imam Bukhari


Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari >

           Imam Bukhari (semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, namun beliau

Hari Qiamat & Pembalasan 'Amal


          Semakin majunya dunia yang ditunjang dengan teknologi - teknologi muahir, membuat manusia terlena dengannya, seolah-olah dunia ini kekal dan tak berakhir , Bagi orang2 yang telah sukses memacu terus ingin mengembangkan hasil karyanya, sebaliknya orang yang belum meraih kesuksesan memacu dan bekerja keras

23 Jun 2010

Persahabatan Yang Tulus

      ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa setiap kali disampaikan kepada Rasulloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuatu yang kurang berkenan dari seseorang, beliau tidak mengatakan: “Apa maunya si ‘Fulan’ berkata demikian!” Namun beliau mengatakan: “Apa maunya ‘mereka’ berkata demikian!” (HR: At-Tirmidzi)
Anas bin Malik radhiallaahu anhu menceritakan bahwa pernah suatu kali seorang lelaki datang menemui

22 Jun 2010

Ahlakul Karimah

                    Muslim yang benar selalu menampilkan budi yang baik, perangai yang lembut, perkataan yang lembut, perkataan yang halus dan ramah. Nabi  manusia yang harus dijadikan panutan dan idola kaum muslimin telah banyak mencontohkan perbuatan perbuatan yang mulia diatas untuk menuntun umatnya.

Anas Radiyallahu ‘anhu, sahabat sekaligus  pembantu setia nabi ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, mengatakan bahwa beliau merupakan manusia yang paling baik ahlaknya. Anas Radiyallahu ‘anhu“Aku telah membantu Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam selama sepuluh tahun .selama itu pula tak pernah sekalipun meluncur dari lisan beliau kepadaku kata “ah”dan beliau tak pernah megatakan untuk suatu yang kerjakan mengapa engkau lakukan hal itu ?”tidak pula untuk suatu yang aku kerjakan “mengapa kamu tidak melakukannya?” (HR: Muttafaq alaih). menceritakan:

        Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam selalu menjauhi perbuatan maupun ucapan yang kotor. Abdullaah Bin Amru bin Ash Radiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa nabi  ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam “Sesungguhnya yang termasuk insane piliha diantara kamu sekalian adalh yang terbaik ahlaqnya” (HR: Muttafaq alaih). telah bersabda, yang artinya:

         Dalam riwayat lain, yang artinya: “Sesungguhnya kekejian dan perbuatan keji itu sedikitpun bukan dari islam dan sesungguhnya sebaik-baiknya manusia keislamannya adalah yang baik ahlaqnya” (HR: Thabrani ,Ahmad, Abu ya’la).

         Dalam riwayat lain pula, yang artinya: “Sesungguhnya yang aku cintai di antara kalian dan paling dekat kedudukannya dengan ku dihari kiamat adalah yang paling baik ahlaqnya. Dan yang paling benci dan jauh dariku dihari kiamat adalah yang banyak bicara dan berlagak sombong serta bertele tele dalam berbicara.”bertanya pera sahabat:”ya Rasululloh, kami tahu apa yang dinamakan “Ats tsartsaarun wal mutasyaddiqun (banyak bicara dan bertele-tele),lalu apakah arti mutafaihaiqun’?’”Rasululloh menjawab.”Almutakabbirun (sombong).” (HR: Tirmidzi).
Semua sahabat Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam –yang diridhoi Alloh Subhanahu wa Ta’ala–  selalu tekun mendengar dan mengikuti bimbingan ahlak yang mulia dari beliau. Mereka menyaksikan sendiri ketinggian akhlaq beliau. Mereka dengan penuh kesadaran dan semangat, berbuat sesuai deangan ajaran beliau, meneladani baliau, sehinga waktu itu tegaklah suatu masyarakat Islam yang indah, adil yang tidak bisa dilupakan didalam sejarah umat manusia.

          Anas Radiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi  penuh dengan sifat belas kasih, tak ada seorangpun mendatangi beliau kecuali beliau telah menjanjikan dan memenuhi janjinya jika telah berjanji jikatelah berjanji dengan saorang meskipun beliau sedang mendirikan shalat. Pernah datang saorang arab badui kepada beliau, lalu menarik baju beliau seraya berkata: sesungguhnya aku tetap akan melaksanakan hajatku  (sekarang juga), aku takut lupa, maka Nabi berdiri bersamanya sehingga ia menyelesaikan hajatnya kemudian beliau menghadap kiblat dan meneruskan Shalat” (HR: Bukhari).

       Tidak nampak pada diri Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam rasa keberatan sedikitpun untuk mendengar orang arab itu dan menyelesaikan hajatnya, padahal beliau tengah mendirikan sholat. Tidaklah sempit dadanya mendapat perlakuan kasar laki-laki tersebut yang menarik bajunya, dan menunggu menyelesaikan hajatnya sebelum shalat. Beliau bersabar, lembut dalam membengun masyarakat yang tegak atas moral yang suci. Beliau mendidik kaum muslimin melalui perbuatan nyata, bagaimana seharusnya saorang muslim membantu sesama saudaranya. Dia telah menegakkkan suatu prinsip dan sendi-sendi akhlaq yang diperlukan bagi masyarakat muslim yang kokoh.

         Jika kita lihat, kebajikan moral pada masyarakat bukan muslim selalu berpulang kepada kebaikan system pendidikan, dan hasil kerja ilmiah. Sedangkan pada masyarakat muslim, sebelum dikembalikan kepada unsur-unsur tersebut, terlebih dulu masalah-masalah itu kembalikan kepada agama yang menjadikan akhlaq sebagai tabiat asli kaum muslimin dan akhlak memproleh kedudukan yang tinggi dalam Islam, akhlaq memiliki berat bobot timbangan disisi Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

         Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda, yang artinya: ”Tiada sesuatu yang lebih berat timbanganya bagi saorang muslim dihari kiamat daripada keluhuran ahlaknya.dan allah membenci orang yang keji dalam ucapan ataupun perbuatannya” (HR: Thabrani).
Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam sangat menekankan pada perkara akhlaq ini. Semua beliau lakukan dengan berbagai acara baik dengan lisan maupun perbuatan nyata sehingga beliau berhasil meresapkan ajaran beliau kelubuk hati hati para sahabatnya sekaligus pengikutnya, mensucikan jiwa mereka dan memperindah akhlaq mereka.

Sumber : Media Muslim.Info

21 Jun 2010

Tentang Perbedaan Pendapat

PANDANGAN AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG PERBEDAAN PENDAPAT

1. Ketidak-Utamaan Perbedaan Pendapat

# "Janganlah kamu berselisih, karena kamu akan menjadi lemah dan hilang kewibawaan kamu." (QS. Al-Anfal: 46)

# "Janganlah kamu seperti orang-orang yang musyrik, yaitu mereka mencerai-beraikan agamanya dan bergolong-golongan. Dan setiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS. Ar-Rum: 31-32)

# "Mereka terus-menerus berselisih kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Tuhannya." (QS. Hud: 118-119)

# "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." (QS. Al-An’am: 153)

2. Mencari Jalan Keluar Apabila Terjadi Perbedaan Pendapat

# "Jika kamu berselisih pendapat maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa’: 59)

# Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
Di kalangan orang-orang terdahulu ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang, lalu dia mencari orang yang banyak ilmunya, kemudian dia ditunjukkan kepada seorang rahib, lalu dia mendatanginya, kemudian dia katakan bahwa dia telah membunuh 99 orang, apakah tobatnya bisa diterima? Rahib itu menjawab, Tidak bisa.” Laki-laki itu membunuh rahib tersebut, sehingga genaplah 100 orang yang telah dibunuhnya.

Kemudian laki-laki itu mencari orang lain lagi yang paling banyak ilmunya, lalu dia ditunjukkan kepada seorang yang alim (berilmu), kemudian dia mengatakan bahwa dia telah membunuh 100 orang, apakah tobatnya bisa diterima? Orang alim itu menjawab, “Bisa. Tidak ada penghalang antara kamu dengan tobatmu. Pergilah ke daerah begini dan begini, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, lalu beribadahlah kepada Allah Azza wa Jalla bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu memang jelek.”

Laki-laki itu pergi. Sesampainya di tengah perjalanan dia mati, maka malaikat Rahmat berbantahan dengan Malaikat Adzab. Kata malaikat Rahmat, “Orang ini pergi untuk bertobat dengan menghadap kepada Allah dengan sepenuh hati.” Kata malaikat Adzab, “Orang ini tidak berbuat kebaikan sama sekali.”

Kemudian mereka didatangi oleh satu malaikat lain dalam wujud manusia, lalu mereka meminta keputusan kepadanya. Kata dia, “Ukurlah jarak yang terdekat dengan orang yang mati ini dari tempat berangkatnya dan dari tempat tujuannya. Ke mana yang lebih dekat maka itulah keputusannya.” Ternyata hasil pengukuran mereka adalah bahwa orang yang mati tersebut lebih dekat ke tempat tujuannya, maka dia dalam genggaman malaikat Rahmat.
” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas menjelaskan kepada kita bahwa:

1. Para malaikatpun tidak terlepas dari perbedaan pendapat.
2. Perbedaan pendapat tidak dibiarkan berlangsung terus tanpa penyelesaian.
3. Perbedaan pendapat diselesaikan dengan mengambil cara/pendapat yang terbaik/ter-shahih.


Sumber : www.ilma95.net

20 Jun 2010

Taqlid Pada satu Madzhab

Bagian Ke IV

--  WAJIBKAH TERIKAT PADA SATU MADZHAB SAJA?

1. Pendapat Mayoritas Ulama Ushul: Tidak Wajib Berpegang Pada Satu Madzhab Saja

Mereka mengatakan bahwa sorang muslim tidak diwajibkan untuk berpegang kepada satu imam saja dalam semua masalah dan kejadian dalam kaitannya dengan hukum syariah. Tetapi bila dia ingin bertaqlid kepada hanya salah satu di antara mujtahid / madzhab itu, dibolehkan.

Menurut mereka seseorang dibenarkan untuk bermadzhab dengan madzhab tertentu seperti Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyyah, Al-Hanabilah dan madzhab fiqih lainnya. Tetapi tidak berarti dia harus terpaku secara terus menerus pada pendapat dalam madzhab itu saja.
Hal ini karena memang tidak ada perintah dari Allah maupun Rasul-Nya yang mewajibkan untuk berpegang kepada satu pendapat saja dari pendapat yang telah diberikan ulama. Yang ada justru perintah untuk bertanya kepada ahli ilmu secara umum, yaitu mereka yang memang memiliki kemampuan pemahaman syariat Islam, tetapi tidak harus terpaku pada satu orang atau madzhab saja.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

# “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)

# “Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu, melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya`: 7)

Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu dan juga para tabi`in pun tidak terpaku pada satu pendapat saja dari ulama mereka. Mereka akan bertanya kepada siapa saja yang memang layak untuk memberi fatwa dan memiliki ilmu tentang hal tersebut.

Maka tidaklah pada tempatnya bila kita saat ini membuat kotak-kotak sendiri dan mengatakan bahwa setiap orang harus berpegang teguh pada satu pendapat saja dan tidak boleh berpindah madzhab.

Bahkan pada hakikatnya, setiap madzhab besar yang ada itupun sering berganti pendapat juga. Lihatlah bagaimana dahulu Al-Imam Asy-Syafi’i merevisi madzhab qadimnya dengan madzhab jadid.

Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang masih menggantungkan pendapat kepada masukan dari orang lain. Misalnya ungkapan paling masyhur dari mereka adalah: “Apabila suatu hadits itu shahih, maka menjadi madzhabku.” Itu berarti seorang imam bisa saja tawaqquf (belum berpendapat) atau memberikan peluang berubahnya fatwa bila terbukti ada dalil yang lebih kuat. Maka perubahan pendapat dalam madzhab itu sangat mungkin terjadi.

Bila di dalam sebuah madzhab bisa dimungkinkan terjadinya perubahan fatwa, maka hal itu juga bermakna bahwa bisa saja seorang berpindah pendapat dari satu kepada yang lainnya.

2. Pendapat Yang Mewajibkan Berpegang Pada Satu Madzhab Saja

Meski demikian, kita juga tidak mengingkari adanya pendapat sebagian dari ulama ushul yang mewajibkan seseorang untuk berpegang kepada satu madzhab saja.

Dalilnya adalah bahwa seseorang wajib mengikuti apa yang menurutnya lebih rajih atau lebih mendekati kebenaran. Dan bila seseorang sudah yakin bahwa madzhab yang dianutnya itu yang paling rajih, maka tidak boleh baginya mencari pendapat di luar madzhabnya.
Untuk argumentasi mereka ini, kita bisa menjawab bahwa tidak ada kewajiban bagi kita untuk harus selalu mengambil pendapat yang rajih. Terkadang untuk suatu kondisi darurat tertentu, kita masih dibolehkan untuk mengambil pendapat yang tidak rajih.

Dan mengenai kebolehan mengambil yang marjuh (mafdhul) dan meninggalkan yang rajih (afdhal), ada beberapa ketetapan para ulama ushul, antara lain:

# Al-Qadhi Atha’ bin Hamzah berkata,
Seorang qadhi boleh berpindah keluar madzhabnya oleh sebab darurat.”

# As-Shahkafi dalam Nash Ad-Dur Al-Mukhtar,
Seorang qadhi dibolehkan mengerjakan amal yang kurang masyhur dalam madzhabnya bila Sultan menetapkan hal itu.”

# Al-Mi’raj ‘An Fakhril Ummah:
Kebolehan amal dan fatwa dengan perkataan yang dhaif dalam keadaan darurat.”

# Ad-Dasuqi al-Maliki berkata,
Dibolehkan beramal dengan yang dhaif bagi seseorang untuk masalah dirinya atau juga dalam fatwa bila dipastikan adanya kedaruratan oleh mufti itu.


Sumber : http://www.ilma95.net

PERNYATAAN PARA IMAM

Bagian Ke III


-  PERNYATAAN PARA IMAM MADZHAB UNTUK MENGIKUTI SUNNAH DAN MENINGGALKAN YANG MENYALAHI SUNNAH

1. Imam Abu Hanifah rahimahullah (Imam Hanafi)



          Imam madzhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu kewajiban berpegang teguh pada Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan sikap taqlid/membeo pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ucapan beliau:

# “Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku.”

[Ibnu Abidin dalam Kitab Al-Hasyiah 1/63 dan Kitab Rasmul Mufti 1/4 dari kumpulan tulisan Ibnu Abidin. Juga oleh Syaikh Shalih Al-Filani dalam Kitab Iqazhu Al-Humam hlm. 62 dan lain-lain. Ibnu Abidin menukil dari Syarah Al-Hidayah, karya Ibnu Syahnah Al-Kabir, seorang guru Ibnul Humam, yang berbunyi:
“Bila suatu Hadits shahih sedangkan isinya bertentangan dengan madzhab kita, yang diamalkan adalah Hadits. Hal ini merupakan madzhab beliau dan tidak boleh seorang muqallid menyalahi Hadits shahih dengan alasan dia sebagai pengikut Hanafi, sebab secara sah disebutkan dari Imam Abu Hanifah bahwa beliau berpesan: “Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku.” Begitu juga Imam Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dari Abu Hanifah dan para imam lain pesan semacam itu]

# “Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya.”

[Ibnu ‘Abdul Barr dalam Kitab Al-Intiqa fi Dadhail Ats-Tsalasah Al-Aimmah Al Fuqaha hlm. 145, Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in II/309, Ibnu ‘Abidin dalam Hasyiyah Al-Bahri Ar-Raiq VI/293, dan Rasmu Al-Mufti hlm. 29 dan 32, Sya’rani dalam Al-Mizan I/55 dengan riwayat kedua, sedang riwayat ketiga diriwayatkan Abbas Ad-Darawi dalam At-Tarikh, karya Ibnu Ma’in VI/77/1 dengan sanad shahih dari Zufar. Semakna dengan itu diriwayatkan dari beberapa orang sahabatnya, yaitu: Zufar, Abu Yusuf, dan Afiyah bin Yazid, seperti termaktub dalam Al-Iqazh hlm. 52. Ibnul Qayyim menegaskan shahihnya riwayat ini dari Abu Yusuf II/344 dan memberi keterangan tambahan dalam Ta’liqnya terhadap Kitab Al-Iqazh hlm. 65, dikutip dari Ibnu ‘Abdul Barr, Ibnul Qayyim dan lain-lain]

# “Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu.”

[Al-Filani dalam Kitab Al-Iqazh hlm. 50, menisbatkan kepada Imam Muhammad juga, kemudian ujarnya:
“Hal semacam ini dan lain-lainnya yang serupa bukanlah merupakan sifat mujtahid, sebab dia tidak mendasarkan hal itu pada pendapat mereka, bahkan hal semacam ini merupakan sifat muqallid.”]


2. Imam Malik bin Anas (Imam Maliki)


Imam Malik bin Anas menyatakan:

# “Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, ambillah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah.”

[Ibnu ‘Abdul Barr dan dari dia juga Ibnu Hazm dalam Kitabnya Ushul Al-Ahkam VI/149, begitu pula Al-Fulani hlm. 72]

# “Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri.”

[Di kalangan ulama mutaakhir hal ini populer dinisbatkan kepada Imam Malik dan dinyatakan shahihnya oleh Ibnu ‘Abdul Hadi dalam Kitabnya Irsyad As-Salik I/127. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdul Barr dalam Kitab Al-Jami’ II/291, Ibnu Hazm dalam Kitab Ushul Al-Ahkam VI/145, 179, dari ucapan Hakam bin Utaibah dan Mujahid. Taqiyuddin Subuki menyebutkannya dalam Kitab Al-Fatawa I/148 dari ucapan Ibnu ‘Abbas. Karena ia merasa takjub atas kebaikan pernyataan itu, ia berkata:
“Ucapan ini diambil oleh Mujahid dari Ibnu ‘Abbas, kemudian Malik mengambil ucapan kedua orang itu, lalu orang-orang mengenalnya sebagai ucapan beliau sendiri.”]

# “Ibnu Wahhab berkata: “Saya pernah mendengar Malik menjawab pertanyaan orang tentang menyela-nyela jari-jari kaki di dalam wudhu, jawabnya: ‘Hal itu bukan urusan manusia.’” Ibnu Wahhab berkata: “Lalu saya tinggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit, kemudian saya berkata kepadanya: ‘Kita mempunyai Hadits mengenai hal tersebut.’ Dia bertanya: ‘Bagaimana Hadits itu?’ Saya jawab: ‘Laits bin Sa’ad, Ibnu Lahi’ah, ‘Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dan Yazid bin ‘Amr Al-Mu’afiri, dari Abi ‘Abdurrahman Al-Habali, dari Mustaurid bin Syaddad Al-Qurasyiyyi, ujarnya: Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya.’ Malik menyahut: ‘Hadits ini hasan, saya tidak mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini.’ Kemudian di lain waktu saya mendengar dia ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau menyuruh orang itu menyela-nyela jari-jari kakinya.”

[Muqaddimah Kitab Al-Jarh Wa At-Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hlm. 31-32 dan diriwayatkan secara lengkap oleh Baihaqi dalam Sunan-nya I/81]


3. Imam Syafi’i


Riwayat-riwayat yang dinukil orang dari Imam Syafi'i dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus [Ibnu Hazm berkata dalam kitabnya VI/118:
"Para ahli fiqh yang ditaqlidi telah menganggap batal taqlid itu sendiri. Mereka melarang para pengikutnya untuk taqlid kepada mereka. Orang yang paling keras dalam melarang taqlid ini adalah Imam Syafi'i. Beliau dengan keras menegaskan agar orang mengikuti Hadits-Hadits yang shahih dan berpegang pada ketetapan-ketetapan yang digariskan dalam hujjah selama tidak ada orang lain yang menyampaikan hujjah yang lebih kuat serta beliau sepenuhnya berlepas diri dari orang-orang yang taqlid kepadanya dan dengan terang-terangan mengumumkan hal ini. Semoga Allah memberi manfaat kepada beliau dan memperbanyak pahalanya. Sungguh pernyataan beliau menjadi sebab mendapatkan kebaikan yang banyak."] dan pengikutnya lebih banyak yang melaksanakan pesannya dan lebih beruntung.
Beliau berpesan antara lain.

# "Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku."

[HR. Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi'i seperti tersebut dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3, I'lam Al-Muwaqqi'in II/363-364, Al-Iqazh hlm. 100]

# "Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu Hadits dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang"

[Ibnul Qayyim II/361, dan Al-Filani hlm. 68]

# "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkanlah pendapatku itu"

[Harawi dalam kitab Dzamm Al-Kalam III/47/1, Al-Khathib dalam Ihtijaj Bi Asy-Syafi'i VIII/2, Ibnu Asakir XV/9/1, Nawawi dalam Al-Majmu' I/63, Ibnul Qayyim II/361, Al-Filani hlm. 100 dan riwayat lain oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/107 dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya III/284, Al-Ihsan dengan sanad yang shahih dari beliau, riwayat semakna]

# "Bila suatu Hadits shahih, itulah madzhabku"

[Nawawi, dalam Al-Majmu', Sya'rani I/57 dan ia nisbatkan kepada Hakim dan Baihaqi, Filani hlm. 107. Sya'rani berkata:
"Ibnu Hazm menyatakan Haditst ini shahih menurut penilaiannya dan penilaian imam-imam yang lain."]

# "Kalian lebih tahu tentang Hadits dan para rawinya daripada aku. Apabila suatu Hadits itu shahih, beritahukanlah kepadaku biar di mana pun orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya."

[Ucapan ini ditujukan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Adabu Asy-Syafi'i hlm. 94-95, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/106, Al-Khatib dalam Al-Ihtijaj VIII/1, diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir dari beliau XV/9/1, Ibnu 'Abdil Barr dalam Intiqa hlm. 75, Ibnu Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hlm. 499, Al-Harawi II/47/2 dengan tiga sanad, dari ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dari bapaknya, bahwa Imam Syafi'i pernah berkata kepadanya: "..... Hal ini shahih dari beliau. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menegaskan penisbatannya kepada Imam Ahmad dalam Al-I'lam II/325 dan Fulani dalam Al-Iqazh hlm. 152." Selanjutnya, beliau berkata: "Baihaqi berkata: 'Oleh karena itu, Imam Syafi'i banyak mengikuti Hadits. Beliau mengambil ilmu dari ulama Hijaz, Syam, Yaman, dan Iraq'. Beliau mengambil semua Hadits yang shahih menurut penilaiannya tanpa pilih kasih dan tidak bersikap memihak kepada madzhab yang tengah digandrungi oleh penduduk negerinya, sekalipun kebenaran yang dipegangnya menyalahi orang lain. Padahal ada ulama-ulama sebelumnya yang hanya membatasi diri pada madzhab yang dikenal di negerinya tanpa mau berijtihad untuk mengetahui kebenaran pendapat yang bertentangan dengan dirinya." Semoga Allah mengampuni kami dan mereka."]

# "Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati."

[Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/107, Al-Harawi 47/1, Ibnul Qayyim dalam Al-I'lam II/363 dan Al-Filani hlm. 104]

# "Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna."

[Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi'i hlm. 93, Abul Qasim Samarqandi dalam Al-Amali seperti pada Al-Muntaqa, karya Abu Hafs Al-Muaddib I/234, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah IX/106, dan Ibnu Asakir 15/10/1 dengan sanad shahih]

# "Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku."

[Ibnu Abi Hatim hlm. 93, Abu Nu'aim dan Ibnu 'Asakir 15/9/2 dengan sanad shahih]

# "Setiap Hadits yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari aku."

[Ibnu Abi Hatim, hal. 93-94]


4. Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali)


Ahmad bin Hambal merupakan seorang iman yang paling banyak menghimpun Haditsts dan berpegang teguh padanya., sehingga beliau benci menjamah koitab-kitab yang memuat masalah furu’ dan ra’yu [Ibnu Jauzi dalam Al-Manaqib hlm. 192 ]
Beliau menyatakan sebagai berikut :

# “Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i, dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil.

[Al- Filani hlm. 113 dan Ibnul Qayyim dalam Al-I’lam II/302]

Pada riwayat lain disebutkan:

# “Janganlah kamu taqlid kepada siapa pun dari mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi’in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima).” Kali lain dia berkata: “Yang dinamakan ittiba’ yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang daripara tabi’in boleh di pilih.

[Abu Dawud dalam Masa’il Imam Ahmad hlm. 276-277].

# “Pendapat Auza’i, Malik, dan Abu Hanifah adalah ra’yu (pikiran). Bagi saya semua ra’yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada Atsar (Hadits).”

[Ibnu Abdul Barr dalam Al-Jami’ II/149]

# “Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berada di jurang kehancuran.

[Ibnu Jauzi hlm. 142]

Sumber : www.ilma95.net

TENTANG MENGAMALKAN HADITS DHAIF


Bagian Ke II 

-  PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG MENGAMALKAN HADITS DHAIF/LEMAH

Suatu hadits dikatakan dhaif apabila hadits tersebut sanadnya terputus atau ada cacat/cela pada perawinya, seperti: berbuat dusta, tersangka dusta (baik sangkaan itu dalam bidang meriwayatkan hadits atau lainnya), sering melakukan kesalahan, sering keliru, sering lengah, sering melakukan perbuatan maksiat, salah sangka, bertentangan dengan perawi yang lain yang lebih baik, jelek hafalannya, dll.

Ulama-ulama hadits telah sepakat bahwa kita tidak boleh mengamalkan hadits dhaif dalam bidang hukum/menentukan hukum sesuatu. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang mempergunakannya dalam bidang:

  1. Fadha ‘ilul A’mal (Keutamaan-Keutamaan Amal)
    Yaitu hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan-keutamaan amal yang sifatnya sunnah ringan, yang sama sekali tidak terkait dengan masalah hukum yang qath’i, juga tidak terkait dengan masalah aqidah dan juga tidak terkait dengan dosa besar.
  2. At-Targhiib (Memotivasi)
    Yaitu hadits-hadits yang berisi pemberian semangat untuk mengerjakan suatu amal dengan janji Pahala dan Surga.
  3. At-Tarhiib (Menakuti)
    Yaitu hadits-hadits yang berisi ancaman Neraka dan hal-hal yang mengerikan bagi orang yang mengerjakan suatu perbuatan.
  4. Kisah-kisah Tentang Para Nabi Dan Orang-Orang Sholeh
  5. Do’a Dan Dzikir
    Yaitu hadits-hadits yang berisi lafazh-lafazh do’a dan dzikir.

Menurut Al-Bukhari, Muslim, Abu Bakar Ibnul ‘Araby, Ibnu Hazm dan segenap pengikut Dawud Adz-Dzahiry: kita tidak boleh mengamalkan hadits dhaif dalam bidang apapun juga walaupun untuk menerangkan fadha ‘ilul a’mal, supaya orang tidak mengatas namakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, perkataan/perbuatan yang tidak disabdakan/diperbuat oleh beliau, dan supaya orang tidak mengi’tiqatkan sunnahnya sesuatu yang sebenarnya tidak dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau belum tentu dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang membawa akibat kita diancam oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam neraka karena berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau:

# “Barangsiapa menceritakan sesuatu hal daripadaku, padahal ia tahu bahwa hadits itu bukanlah dariku, maka orang itu termasuk golongan pendusta.” (HR. Muslim)

# “Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syaikh Abu Syammah berpendapat bahwa seseorang tidak boleh menyebutkan suatu hadits dhaif melainkan ia wajib menerangkan kelemahannya. [Lihat al-Baits ‘ala Inkari Bida’ wal Hawadits (hal. 54) dan Tamaamul Minnah fiit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah hal. 32-33.]

Sedangkan menurut imam An-Nawawi dan sebagian ulama hadits dan para fuqaha: kita boleh mempergunakan hadits yang dhaif untuk fadha ‘ilul a’mal, baik untuk yang bersifat targhib maupun yang bersifat tarhib, yaitu sepanjang hadits tersebut belum sampai ke derajat maudhu (palsu). Imam An-Nawawi memperingatkan bahwa diperbolehkannya hal tersebut bukan untuk menetapkan hukum, melainkan hanya untuk menerangkan keutamaan amal, yang hukumnya telah ditetapkan oleh hadits shahih, setidak-tidaknya hadits hasan.

Menurut Imam Asy-Syarkhawi dalam kitab Al-Qaulul Badi’, bahwa Ibnu Hajar memperbolehkan untuk mengamalkan hadits dhaif dalam bidang targhib dan tarhib dengan tiga syarat berikut:

  1. Kedhaifan hadits tersebut tidaklah seberapa, yaitu: hadits itu tidak diriwayatkan oleh orang-orang yang dusta, atau yang tertuduh dusta atau yang sering keliru dalam meriwayatkan hadits.
  2. Keutamaan perbuatan yang terkandung dalam hadits dhaif tersebut sudah termasuk dalam dalil yang lain (baik Al-Qur’an maupun hadits shahih) yang bersifat umum, sehingga perbuatan itu tidak termasuk perbuatan yang sama sekali tidak mempunyai asal/dasar.
  3. Tatkala kita mengamalkan hadits dhaif tersebut, janganlah kita mengi’tiqadkan bahwa perbuatan itu telah diperbuat oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau pernah disabdakan beliau, yaitu agar kita tidak mengatas namakan sesuatu pekerjaan yang tidak diperbuat atau disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Syarat yang kedua dan ketiga tersebut di atas sangat ditekankan dan ditegaskan oleh Ibnu Salam, sedangkan syarat yang pertama disetujui oleh semua ulama.

Imam Ahmad berkata: “Hadits dhaif itu lebih baik dari qiyas.” Yang dimaksud oleh Imam Ahmad dengan hadits dhaif tersebut adalah hadits yang setingkat dengan hadits hasan, karena pada masa Imam Ahmad belum ada pembagian hadits menjadi tiga kelompok, yaitu shahih, hasan dan dhaif. Yang ada baru pembagian hadits atas dua kelompok, yaitu shahih dan dhaif saja.

Pembagian hadits dari dua kelompok saja (hadits shahih dan hadits dhaif) menjadi tiga kelompok (hadits shahih, hadits hasan dan hadits dhaif) dilakukan oleh Imam At-Tirmidzi dan kemudian diikuti oleh ulama-ulama berikutnya, dimana hadits dhaif yang tidak seberapa kelemahannya dikelompokkan sebagai hadits hasan.
 


Sumber : http://www.ilma95.net

PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS

BAGIAN  I : 

-
SEJARAH SINGKAT PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS

             Pada masa permulaan Al-Qur’an masih diturunkan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menulis hadits karena dikhawatirkan akan bercampur baur dengan penulisan Al-Qur’an. Pada masa itu, disamping menyuruh menulis Al-Qur’an, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga menyuruh menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Pelarangan penulisan hadits ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

# “Janganlah kamu menulis sesuatu dariku, dan barangsiapa telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an hendaklah ia menghapusnya, dan ceritakan dariku, tidak ada keberatan (kamu ceritakan apa yang kamu dengar dariku). Dan barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya di dalam neraka.” (HR. Muslim)

Jumhur Ulama berpendapat bahwa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang melarang penulisan hadits tersebut sudah dinasakh dengan hadits-hadits lain yang mengizinkannya antara lain hadits yang disabdakan pada ‘amulfath (tahun. VIII H) yang berbunyi: “Tulislah untuk Abu Syah

Demikian pula dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada sahabat Abdullah bin Amr yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengizinkan menuliskan hadits.

Walaupun beberapa sahabat sudah ada yang menulis hadits, namun hadits masih belum dibukukan sebagaimana Al-Qur’an. Keadaan demikian ini berlangsung sampai akhir Abad I H. Umat Islam terdorong untuk membukukan hadits setelah Agama Islam tersiar di daerah-daerah yang makin luas dan para sahabat terpencar di daerah-daerah yang berjauhan bahkan banyak di antara mereka yang wafat.

Tatkala Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah (tahun 99 s/d 101 H), beliau menginstruksikan kepada para Gubernur agar menghimpun dan menulis hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Instruksi beliau mengenai penulisan hadits ini antara lain ditujukan kepada Abubakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Madinah.

Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Dhuhal Islam, Abubakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm tidak lagi meneruskan penulisan hadits ini karena setelah khalifah wafat, dia tidak lagi menjabat sebagai Gubernur.

Menurut pendapat yang populer di kalangan ulama hadits, yang pertama-tama menghimpun hadits serta membukukannya adalah Ibnu Syihab Az-Zuhri, kemudian diikuti oleh ulama-ulama di kota-kota besar yang lain.

Penulisan dan pembukuan hadits Nabi ini dilanjutkan dan disempurnakan oleh ulama-ulama hadits pada abad berikutnya, sehingga menghasilkan kitab-kitab yang besar seperti kitab Al-Muwaththa’, Kutubus Sittah dan lain sebagainya.

Sumber : http://www.ilma95.net

Shalawat Kamilah

  Shalawat ini banyak faedahnya bagi yang mengamalkan dan Shalawat ini mempun yai beberapa nama :
1. Shalawat Tafrijiyah
2. Shalawat Nariyah
3. Shalawat Kamilah

  Barang siapa yang membacanya selepas Shalat Fardhu /5 waktu ( Dzuhur, 'Asyar , Maghrib , 'Isya , Subuh ) 11x , secara rutin , insya Allah dimudahkan segala urusan, dan rizqinya 
                      
أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً  كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا  تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا   مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَد

وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ 

    وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ

بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ


ALLAHUMMA  SHOLLI  SHOLATAAN  KAMILATAN WASLLIM SALAAMAN  TAAMAN 'ALAA SAYIDINA  MUHAMMADIN TANHALLU BIHIL 'UQODUU  WATAN FARIJUU BIHIL QUROBU WATUQDHO BIHIL HAWAAIJU  WATUNAALU BIHI RROGHOOIBU   WAHUSNUL HAWATIMI WAYUSTASQO LGHOMAMU BIWAJ HIHIL KARIIMI  WA'ALAA  ALIHI WASOHBIHI  FIKULLI  LAMHATI WWANAFASIN  MBI'ADADI KULLI MA'LUMMILLAK

Do’a agar ternindar dari kemalasan

اللهُم إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ،
وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ                                         
.
             “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan penakut, dari cengkraman hutang dan laki-laki yang menindas-(ku)“

 

19 Jun 2010

Profil

Yayasan Pondok Pesantren Al-Anwariyah
Pengasuh : Ust. Aan Bahrul Anwar

Alamat : Jl Raya Labuan Km 13 Kp Cimongkor Rt 03/02 Desa Curugbarang, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang – Banten
HP : 081382488117 ,
Email : anwariyah_2009@yahoo.com ,
Kode Pos 42272

    Alamat Rekening : BRI UNIT CIMANUK, PANDEGLANG 
    Nomor Rekening : 4825-01-002958-53-8 
    Nama : PONPES AL-ANWARIYAH Alamat : Kampung Cimongkor Rt 03/02 Curugbarang, Cipeucang
Legalitas :
Keputusan Kepala Departemen Agama Kantor kabupaten Pandeglang
Nomor : Kd.28.02/PP.00.7/92/2008
Tanggal : 02 Januari 2008
Piagam Pendirian Pondok Pesantren Nomor : Kd.28.02/PP.00.8/22.027/2008
Status Terdaftar , Nomor Statistik Pontren (NSP) : 512360122027
Akta Notaris Syahrudin SH Nomor : 153, Tanggal 29 Oktober 2008
Bidang Pendidikan Agama Islam Salafiyah
Bidang Pendidikan Umum setara SLTP, Berijazah Nasional
Susunan Kepengurusan :

Pembina / Penasehat
Ketua : Drs H Sudarmo
Wakil Ketua : Supriadi SE
Anggota : Siti Mardiyah

Pengurus /Pengasuh :

Ketua : Ust Aan Bahrul Anwar
Sekertaris : Suheri
Bendahara I : Ade Rusmini
Bendahara II : Sri Sugilah

Pengawas :

Ketua : H Maskur
Wakil Ketua : Andang Suherman
Anggota : Sahrul A Hadi

Jumlah Santri :

Tingkat Dasar dan Menengah :
Laki-laki : 39 Siswa
Permpuan : 34 Siswi
Tingkat Aliyah :
Laki-laki : 29 Siswa
Permpuan : 24 Siswi
Tenaga Pengajar / Ustad :

Ika Melina Virgiyati
Dena Hartami
Supriyadi
Aan BA
Yani M
M.Imadudin
Sarana, Prasarana :
Tanah Wakaf Pon-Pes
Majlis Ta’lim
Ruang belajar
Asrama Santri

Visi, Misi dan Tujuan

Visi :

- Menghasilkan bangsa yang beradab, beriman dan berahlakul karimah yang islami dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Menghasilkan Ummat yang Cerdas, Trampil, mandiri, dan mampu mengembangkan diri, serta bertanggung jawab.

Misi :

- Menyiapkan generasi /kader Muslim yang menguasai ilmu pengetahuan agama islam dan pengetahuan umum secara luas serta memiliki kepribadian yang terpuji
- Menyiapkan generasi/kader muslim yang memiliki sifat istiqomah terhadap ajaran agama serta dapat mengamalkan dengan penuh keikhlasan dan mampu menerapkan dalam kehidupan ummat.
- Mewujudkan Pondok Pesantren AL-ANWARIYAH yang berkualitas dan profesonal
- Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan professional tenaga pengajar sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan.

Tujuan :

- Mendidik santri agar memiliki keimanan yang kuat dan mantap terhadap kebenaran ajaran islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
- Mendidik santri agar mampu berpikir rasional yang dilandasi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu menjabarkannya pada agama islam sehingga dapat mengembangkan pri kehidupan ummat.
- Mendidik santri agar memiliki kemampuan dalam menuangkan hasil pikirannya yang rasional dan dapat mengkaji /menelaah hal-hal yang bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu da’wahnya .
- Tercapainya kehidupan yang lebih baik didalam maupun diluar pesantren dengan melestarikan budaya islam dan nilai-nilai kepesantrenan

Dasar Pemikiran

Landasan konsep Al-Anwariyah sebagaimana dalam :

1.  Al-Qur’an yang artinya :

Hendaklah ada suatu ummat diantara kamu sekalian yang selalu mengajak pada kebaikan , menyuruh pada yang baik dan mencegah dari kemungkaran, dan hanya merekalah orang-orang yang beruntung .

2.  Al-Hadis yang artinya :

a.  Belajarlah kalian semua pada ilmu , kemudian ajarkanlah kepada semua umat manusia.
b.  Sebaik – baik manusia adalah Memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi ummat manusia.


3. Amar Ma’ruf , Nahi Anil Munkar, dan
4. Mendukung Program pemerintah : Dalam upaya menuntaskan Wajib Belajar Dikdas 9 tahun
5. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam keilmuan

Pendahuluan


        Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama maupun umum sehingga dapat menghasilkan kader-kader muslim yang cerdas, terampil, percaya diri, berkepribadian kuat, mampu mengembangkan diri, dan mengembangkan ilmiyah secara haqiqi, serta bertanggungjawab terhadap masyarakat dengan jiwa sosial yang sangat tinggi.
Demikian halnya Yayasan Pondok Pesantren AL-ANWARIYAH yang bediri pada tahun 2008, terus memacu untuk mewujudkan cita-cita dan keinginannya yang sangat kuat dalam menangani pengembangan dan melestarikan kegiatan pendidikan dan da’wah, untuk menyiapkan para santri/siswa sejak dini.dengan seperangkat ilmu dan keterampilan yang cukup untuk menyertatai perkembangan kehidupan bangsa di masa mendatang. Yayasan Pondok Pesantren AL-ANWARIYAH tidak hanya membekali santri/siswanya hanya dengan ilmu agama dan umum, tetapi juga mendidik berbagai keterampilan ilmu teknologi dan kewirausahaan agar menjadi seorang muslim yang mandiri dengan dilandasi iman yang kuat serta berahlakul karimah dengan pola hidup sederhana dan mampu menjalani kehidupan secara mandiri dengan mengutamakan semangat musyawarah

Tentang Al-Anwariyah

1. KATA PENGANTAR
"ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH"
        Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kehadirat ILAHI ROBBINA yang telah memberikan hidayah dan ‘inayah kepada kita sehingga kita dapat melaksanakan tugas / kewajiban sebagai ummat muslim dalam kehidupan sehari-hari.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar yaitu Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya dan keluarganya serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah pondok pesantren AL-ANWARIYAH yang telah berjalan sejak tahun 2008 hingga sekarang tumbuh berkembang, Santri/siswa terus bertambah,
Pondok Pesantren AL-ANWARIYAH terus berupaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan agama maupun umum serta keterampilan bagi santri dan melestarikan nilai-nilai budaya hasanah kepesantrenan untuk mencapai bangsa yang berpendidikan serta berahlak yang baik (Ahlakul Karimah )
Kami menyadari bahwa untuk mencapai tujuan tersebut diatas Pondok Pesantren AL-ANWARIYAH masih sangat membutuhkan partisipasi/ dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil , terutama pembinaan dari pihak instansi terkait.
Untuk itu kami mohon partisipasi / dukungan serta kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam pengembangan / peningkatan kualitas pendidikan di Pondok Pesantren AL-ANWARIYAH dimasa mendatang.
Wabillahittaufiq wal hidayah >>>

WASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH

18 Jun 2010

Profil YPP Al-Anwariyah

Yayasan Pondok Pesantren Al-Anwariyah
 Pengasuh  :  Ust. Aan Bahrul Anwar
Alamat : Jl Raya Labuan Km 13 Kp Cimongkor Rt 03/02 Desa Curugbarang, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang - Banten 
HP : 081382488117  
Email : anwariyah_2009@yahoo.com 
Kode Pos 42272 


POS INFAQ ANDA

Alamat Rekening :  BRI UNIT CIMANUK, PANDEGLANG
Nomor Rekening  : 4825-01-002958-53-8
Nama  : PONPES AL-ANWARIYAH
Alamat   : Kampung Cimongkor Rt 03/02 Curugbarang, Cipeucang



INFO PONDOK PESANTREN

Izin Oprasional  : 27 Oktober 2007
Jumlah Santri saat ini : 126 Santri
Jumlah Pengajar    : 6 Orang
Bidang Pendidikan Agama Islam Salafiyah
Bidang Pendidikan Umum setara SLTP, Berijazah Nasional
Sarana yang ada : Asrama santri ,  Ruang Belajar



Kami menerima sumbangan / bantuan dari para donatur, demawan , senantiasa andapun terdaftar sebagai Donatur kami 

Kepada para Donatur , Kami haturkan terima kasih atas bantuannya semoga Allah memerikan imbalan dengan berlipat ganda
AMIN 

Peran Ijma’ dalam Produk Asuransi Syari’ah

Oleh: Amirah Nahrawi
1. Pengertian Asuransi Syari’ah

“Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko....tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah”
Menurut Ijma Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Asuransi Syariah adalah

13 Jun 2010

Prinsip Modal Pokok dalam Akuntansi Islam

Oleh: Amirah Nahrawi

          Diantara tujuan syariat Islam ialah menjaga dan mengembangkannya melalui jalur-jalur yang syar’i, untuk merealisasikan fungsinya dalam kehidupan perekonomian serta membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada Allah SWT....Sumber-sumber hukum Islam telah mencukup kaidah-kaidah yang mengatur pemeliharaan terhadap modal pokok (kapital).
 
Prinsip-Prinsip Akuntansi pada Modal Pokok yang terpenting diantaranya sebagai berikut :
 
1. Tamwil dan Syumul (Mengandung Nilai dan Universal)

modal itu harus dapat memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar bebas. Bisa saja, modal beda dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk uang, barang milik, atau barang dagangan selama harta itu masih bisa dinilai dengan uang oleh pakar-pakar yang ahli di bidang itu serta disepakati oleh mitra usaha.

12 Jun 2010

MUI: 10 (Sepuluh) Kriteria Aliran Sesat

    فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى         
"oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat,"

      Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang terindikasi punya salah satu dari kesepuluh kriterai itu, bisa dijadikan dasar untuk masuk ke dalam kelompok aliran sesat

1. Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan as-sunah),
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran
4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran
5. Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir
6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam
7. Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i

Sumber : http://media-islam.or.id

Akhlak Islam Cerminan Aqidah Islam

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيم

“Sesungguhnya Engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung” (Qs Al qalam : 4). 

            Adakah orang yang tidak menyukai perhiasan ? jawaban pertanyaan ini jelas, bahwa tidak ada seorangpun melainkan ia menyukai perhiasan dan senang untuk tampil berhias di hadapan siapa saja. Karena itu kita lihat banyak orang berlomba-lomba untuk memperbaiki penampilan dirinya. Ada yang lebih

11 Jun 2010

Bahaya internet bagi anak


Ciri Kecanduan Internet 

             Ciri-ciri seorang anak yang sudah kecanduan Internet umumnya adalah akan marah bila Anda membatasi untuk menggunakan Internet. Dia juga cenderung enggan berkomunikasi dengan orang lain dan bersifat tertutup atau hanya mau berteman dengan orang tertentu saja.

Cara Menghindari Bahaya Internet          Berbagai bahaya di Internet dan masalah kecanduan Internet bukan tidak dapat diatasi. Dengan mengetahui dampak negatif dari Internet, sebagai orang-tua Anda dapat melindungi buah hati Anda dengan melakukan hal-hal berikut:

  • Orang tua perlu memiliki pengetahuan tentang Internet
           Jangan mengganggap diri terlau tua atau terlalu bodoh untuk mempelajari Internet. Istilah lainnya, jangan gaptek (gagap teknologi). Seorang anak dapat saja dengan sengaja membiarkan atau membuat orang tua tidak memahami teknologi sehingga orang-tua berpikir tidak ada dampak negatif dari Internet.

  • Letakkan komputer di tempat yang mudah dilihat
           Kadang orang-tua merasa bangga dengan dapat meletakkan dalam kamar anak mereka sebuah komputer yang terhubung Internet. Hal ini sebenarnya akan membahayakan anak Anda karena mereka dapat leluasa mengakses situs-situs yang tidak baik tanpa diketahui orang-tua. Sebaliknya, dengan meletakkan di tempat terbuka, misalnya di ruang keluarga, Anda dapat memantau situs apa saja yang dibuka anak.
  • Bantu agar anak dapat membuat keputusan sendiri
            Karena Anda tidak dapat mengawasi anak Anda 24 jam, biasakan anak Anda untuk mengambil keputusan mulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya, memutuskan untuk menggunakan pakaian yang mana atau tanyakan pendapat dan sudut pandang anak. Sehingga saat Anda tidak ada atau saat muncul situs porno mereka dapat mengambil tindakan yang tepat. Tanamkan pula rasa takut akan Tuhan, sehingga walau Anda tidak ada, tetapi dia tahu bahwa Tuhan memperhatikan dan melihat apa yang dilakukannya.
  • Batasi penggunaan Internet
            Jangan biarkan anak anak terlalu asyik di dunia maya. Tetapkan berapa lama Internet boleh digunakan dan situs apa saja yang boleh diakses. Jelaskan juga mengapa Anda melakukan hal ini dan bantu anak untuk memahami keputusan ini.
  • Jaga komunikasi yang baik dengan anak
             Luangkan waktu untuk bercanda dengan anak dan berkomunikasi dengan terbuka. Komunikasi yang baik dan keakraban dengan anak akan memudahkan Anda untuk menanamkan nilai-nilai moral. Anda dapat menjelaskan kepada anak Anda apa saja bahaya dari penggunaan Internet agar mereka tidak mudah terkecoh.
Semua orang-tua tentu menyayangi anak mereka dan berusaha memberikan yang terbaik. Tetapi pengaruh dari luar, salah satunya bahaya Internet dapat merusak kecerdasan dan nilai moral anak sehingga Anda perlu melindungi anak Anda dari bahaya penggunaan Internet seperti pornografi dan para pemangsa atau predator seksual.


Sumber :  http://kumpulan.info

Niat Puasa Ramadhan dan Do'a Buka Puasa