14 Sep 2010

SEPUTAR KELAHIRAN DAN PENDIDIKAN ANAK

Oleh: Izzudin Karimi, Lc.

KHUTBAH PERTAMA :

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Masyarakat Muslim yang baik merupakan idaman setiap Mus-lim, dan seperti kita ketahui bahwa masyarakat adalah kumpulan dari rumah, ini berarti kebaikan masyarakat kembali kepada ke-baikan rumah. Dan rumah seperti yang kita ketahui memiliki anggota-anggota, di mana masing-masing memikul tanggung jawab sesuai dengan posisi yang ditempatinya, dan kebaikan rumah kem-bali kepada peran aktif anggotanya dalam memikul tanggung jawab tersebut. Bapak adalah penanggung jawab umum dan utama dalam sebuah rumah, di tangannya arah sebuah rumah ditentukan, dan tanggung jawab utamanya adalah menjaga dan melindungi, sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tharim: 6).
Sementara ibu juga memiliki tanggung jawab yang sebanding, tanggung jawabnya adalah kepada rumah. Tentang prinsip tanggung jawab ini Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ... وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَـنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا.
"Masing-masing dari kalian adalah penanggung jawab dan masing-masing dari kalian bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya…. Seorang laki-laki adalah penanggung jawab terhadap keluarganya dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya, seorang wanita adalah penanggung jawab di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya." (Muttafaq 'alaihi dari Ibnu Umar. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 472; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1201).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam perlu menyinggung tanggung jawab bapak dan ibu karena besarnya pengaruh dan peranan keduanya dalam membentuk anak yang merupakan amanah dari Allah. Adakah pengaruh yang lebih besar daripada menjadikan anak yang lahir di atas fitrah menyimpang dari fitrah tersebut?
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بَهِيْمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ،
"Tidak ada anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi, sebagai-mana binatang ternak melahirkan anaknya dalam keadaan lengkap. Apakah kamu melihat kekurangan padanya?" (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1852).

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Anak adalah amanat Allah Subhanahu Wata’ala kepada kita, masing-masing dari kita berharap anaknya menjadi anak yang baik, dan demi itu di-butuhkan optimalisasi tanggung jawab dan peran dari orang tua. Meskipun pada dasarnya seorang anak lahir di atas fitrah, akan tetapi ini tidak berarti kita membiarkannya tanpa pengarahan dan bimbingan yang baik dan terarah, karena sesuatu yang baik jika tidak dijaga dan dirawat, ia akan menjadi tidak baik akibat pengaruh faktor-faktor eksternal. Pendidikan dan pengarahan yang baik terhadap anak sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak tersebut belum lahir bahkan sebelum anak tersebut ada di dalam kandungan yaitu dengan memilih ibu yang merupakan sekolah pertama bagi anak. Dari sini kita memahami mengapa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau memaparkan alasan seorang wanita dinikahi, mendorong agar alasan agama diletakkan dalam skala prioritas. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut,
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
"Seorang wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilih-lah wanita yang agamis, niscaya kamu beruntung." (Muttafaq 'alaihi dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1750; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 798).
Dari sini kita bisa memahami larangan al-Qur`an menikahi wanita musyrik dan pernyataannya bahwa budak yang beriman adalah lebih baik darinya. Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

وَلاَ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sampai mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu." (Al-Baqarah: 221).
Sebagaimana kita memahami larangan al-Qur`an menikahi wanita pelaku kemaksiatan. Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

الزَّانِي لاَيَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَيَنكِحُهَآ إِلاَّزَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang Mukmin." (An-Nur: 3).
Pendidikan dan pengarahan seperti apa yang diharapkan dari seorang pezina, sedang dia merupakan sekolah pertama bagi anak-nya, sementara dia sendiri seperti itu? Ada benarnya juga kata pepatah, 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya'. Pepatah Arab berkata, 'Bejana memberikan rembesan sesuai dengan isinya'.

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Ada satu perkara yang patut kita perhatikan dalam menyiapkan dan memilih sekolah pertama yang baik bagi anak, yaitu hendaknya kita memperbaiki diri kita terlebih dahulu, karena inilah titik tolak yang memberi pengaruh besar kepada sekolah pertama anak dan kepada anak itu sendiri. Karena sudah menjadi sunnatullah kebaikan berpasangan dengan kebaikan, dan orang yang baik akan dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan. Hal ini diisyaratkan dengan jelas oleh Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)." (An-Nur: 26).

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Dari segi ini, maka dalam fikih pernikahan terdapat pembahasan tentang kafa`ah atau kufu`, dan kami bisa mengerti pendapat sebagian ulama –dan ini adalah pendapat yang rajih- yang mempertimbangkan agama dan akhlak sebagai dasar bagi kafa`ah. Katanya, "Laki-laki fajir tidak sekufu` dengan wanita afifah (wanita baik)." Oleh sebab itu, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mendorong para wali agar menikah-kan anaknya dengan orang yang beragama dan berakhlak baik. Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam :

إذا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَــزَوِّجُوْهُ .
"Jika datang kepadamu orang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah dia." (HR. at-Tirmidzi, no.1086, dia ber-kata, "Hadits hasan gharib").
Kebaikan diri juga berimbas kepada anak. Ada pepatah me-ngatakan, orang yang tidak memiliki tidak memberi.
Bagaimana Anda bisa membuat anak Anda baik sementara Anda tidak memiliki kebaikan? Tahukah kita siapa yang mengucapkan doa berikut ini ?

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (Al-Furqan: 74).
Mereka adalah ibadur Rahman, para hamba Allah yang Maha Rahman, para pemilik sifat-sifat mulia dan terpuji yang Allah jelaskan di akhir surat al-Furqan.

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Di samping itu, diperlukan pula pemberian imunisasi kepada anak agar mereka terbentengi dari keburukan, sebab upaya meraih kebaikan pada anak harus dibarengi dengan membentenginya dari keburukan, kebaikan tidak terwujud jika keburukan tidak dihadang, dan sumber keburukan adalah setan, maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan suami istri agar berdoa sebelum melakukan hubungan suami istri yang menjadi sebab kelahiran seorang anak, karena doa tersebut merupakan benteng dari setan bagi si anak.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَمَا لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ يَقُوْلُ حِيْنَ يَأْتِيْ أَهْلَهُ:
"Ketahuilah, seandainya salah seorang dari kalian ketika mendatangi (mencampuri) istrinya mengucapkan,

بِاسْمِ الله، اللهم جَنِّبْنِي الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا،
'Dengan Nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dariku dan jauhkanlah setan dari apa (anak) yang Engkau anugerahkan kepada kami',

ثُمَّ قُدِّرَ بَيْنَهُمَا فِي ذلك، أَوْ قُضِيَ وَلَدٌ، لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا.
kemudian ditakdirkan atau ditetapkan seorang anak untuk mereka, niscaya setan tidak memudharatkannya selama-lamanya." (Muttafaq 'alaihi. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1768; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 828).
Upaya perlindungan ini tidak sebatas dalam kondisi tersebut, lebih dari itu ia harus dilakukan ketika anak tersebut telah lahir, hal ini seperti yang dilakukan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam kepada kedua cucunya Hasan dan Husain.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلّم يُعَوِّذُ الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ وَيَقُوْلُ: إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيْلَ وَإِسْحَاقَ،
"Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam berdoa untuk melindungi Hasan dan Husain, beliau bersabda, 'Sesungguhnya bapak kalian berdoa mengucapkannya sebagai perlindungan kepada Ismail dan Ishaq,

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ.
'Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari segala setan, binatang yang berbisa dan pandangan mata yang mengakibatkan sakit (mata hasad)'." (HR. al-Bukhari, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1354).

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Kelahiran adalah awal kehidupan seorang anak di dunia, demi kebaikan dan untuk memberikan keberkahan kepadanya dalam kehidupan selanjutnya, maka pada saat dia lahir, orang tuanya dianjurkan melakukan beberapa perkara seperti yang dilakukan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, ada akikah, ada cukur rambut, pemberian nama dan tahnik. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى.
"Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, ia disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur kepalanya dan dia diberi nama." (HR. Abu Dawud, no. 2837; dan at-Tirmidzi, no. 1525: dari Samurah bin Jundub, dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan sanadnya shahih menurut al-Arna`uth di dalam Tahqiq Zad al-Ma'ad, 2/297).
Dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu, ia berkata, "Anakku lahir lalu aku membawanya kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, beliau memberinya nama Ibrahim, beliau mentahniknya dengan sebiji kurma, mendoakannya dengan keberkahan dan menyerahkannya kepadaku." (Muttafaq alaihi, Mukhtasyar Shahih al-Bukhari, no. 1822; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1403).
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin az-Zubair, ketika dia dilahirkan oleh ibunya, Asma` binti Abu Bakar, dan nama Abdullah adalah dari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. (Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1400).
Juga kepada putra pasangan Abu Thalhah dan Ummu Sulaim. Anas berkata, "Lalu Ummu Sulaim melahirkan anak laki-laki. Abu Thalhah berkata kepadaku, 'Bawalah dia kepada Rasul.' Lalu aku membawanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dengan beberapa biji kurma. Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam menggendongnya dan bertanya, 'Ada sesuatu bersamanya?' Mereka menjawab, 'Ya, beberapa biji kurma.' Lalu Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mengambilnya dan mengunyahnya kemudian mengambilnya dari mulutnya dan memasukkannya ke mulut anak itu dan beliau menamakannya Abdullah." (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1401).

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Termasuk perkara yang penting terkait dengan kelahiran adalah pemberian nama kepada anak. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam kepada anak Asma` dan Ummu Sulaim seperti yang dijelaskan dalam dua hadits di atas. Dalam pemberian nama kepada anak, hendaknya kita memperhatikan petunjuk Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, karena beliau adalah teladan bagi kita. Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam menyukai nama yang baik, beliau menyatakan bahwa nama yang paling dicintai Allah Subhanahu Wata’ala adalah Abdullah dan Abdurrahman. Beliau menamakan anak Abu Musa, Ibrahim, nama yang sama yang beliau berikan kepada salah seorang putra beliau yang meninggal semasa kecil. Beliau menganjurkan agar memberikan namanya kepada anak-anak. Semua itu adalah nama-nama yang baik, lebih dari sekedar cukup sehingga kita tidak memerlukan nama-nama yang diimpor dari orang-orang yahudi dan nasrani, karena hal itu mengandung sikap mengikuti tradisi-tradisi mereka yang dicela. Nama, seperti kata Ibnul Qayyim, membawa dan menunjukkan makna, maka hikmah menuntut adanya keterkaitan dan kesesuaian antara keduanya. Nama, masih kata Ibnul Qayyim, memiliki pengaruh kepada pemiliknya dan pemilik nama terpengaruh dengan namanya dalam kebaikan dan keburukan. Oleh karena itu, nama yang baik merupakan harapan baik dan nama yang baik adalah nama yang dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا اللهُ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.


KHUTBAH KEDUA :

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Harapan orang tua kepada anak adalah agar anak menjadi anak yang shalih. Ini karena hanya anak shalih yang berguna bagi orang tua, agar harapan tersebut terwujud, maka hendaknya mendidiknya dengan mengenalkan dan menanamkan aturan-aturan agama kepada anak jika anak memang telah nalar, orang tua memerintahkannya melakukan perintah agama, meskipun belum wajib atasnya agar jika dia kelak dewasa, dia terbiasa dan tidak canggung. Begitu pula orang tua membiasakannya meninggalkan larangan-larangan agama agar kelak bila dia telah dewasa dia memahami batasan-batasan agama yang tidak boleh dilanggar. Shalat sebagai contoh, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan orang tua agar membiasakan anak shalat mulai umur tujuh tahun.
Dari Amr bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya radhiallahu “anhum, dia berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
"Perintahkanlah anak-anakmu shalat sementara mereka berumur tu-juh tahun, dan pukullah karenanya (jika mereka meninggalkan) sementara mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah di antara mereka di tempat tidur." (HR. Abu Dawud, no.495, dihasankan oleh an-Nawawi di dalam Riyadh ash-Shalihin, no. 4/301; dan didukung oleh al-Arnauth).
Dalam hal larangan, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam memberikan teladan ketika cucunya al-Hasan bin Ali radhiallahu ‘ahuma mengambil kurma sedekah dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

كُخْ كُخْ اِرْمِ بِهَا، أَمَّا عَلِمْتَ أَنَّا لاَ نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ.
"Hus, hus, buanglah ia, ketahuilah bahwa kita tidak makan sedekah." (Muttafaq 'alaihi, dengan lafazh Muslim. Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 715; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 515).

Kaum Muslimin Sidang Jum'at Rahimakumullah
Di samping anak dikenalkan dan dibiasakan terhadap perintah dan larangan, hendaknya dia juga diajari adab-adab yang bermanfaat. Al-Qur`an telah memberikan salah satu contoh pengajaran adab kepada anak, yaitu adab isti`dzan. Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِيَسْتَئْذِنكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنكُمْ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مِّن قَبْلِ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ الظَّهِيرَةِ وَمِن بَعْدِ صَلاَةِ الْعِشَآءِ ثَلاَثَ عَوْرَاتٍ لَّكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلاَعَلَيْهِمْ جُنَاحُُ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلأَيَاتِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمُُ . وَإِذَا بَلَغَ اْلأَطْفَالُ مِنكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَئْذَنَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat Shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya`. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An-Nur: 58-59).
Contoh yang sama telah diberikan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun dalam bidang yang berbeda, yaitu adab makan, beliau ajarkan adab ini kepada anak dari istrinya Ummu Salamah, yaitu Umar bin Abu Salamah.
Dari Umar bin Abu Salamah radhiallahu ‘anhu, dia berkata :

كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلّم، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيْشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِيْ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلّم: يَا غُلاَمُ، سَمِّ الله، وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ.
"Aku adalah anak kecil dalam asuhan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. (Suatu ketika pernah) tanganku ngacak ke sana kemari di nampan (saat makan ber-sama), maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku, 'Wahai nak, ucapkan-lah, 'Bismillah', makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat denganmu." (Muttafaq alaihi, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1801; dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1300).
Semua ini membantah anggapan sebagian orang, bahwa anak tidak perlu dilarang dan diperintah, biarkan saja katanya, kasihan biar dia bebas, sebab kalau anak diperintah dan dilarang, maka hal itu akan mengekangnya, mematikan kreatifitas dan energinya. Di samping itu, anak belum terkena beban taklif untuk apa dia dilarang dan diperintahkan? Saya katakan kepada orang yang berpendapat demikian, di mana letak pendidikannya kalau begitu? Pendidikan adalah bimbingan dan arahan di mana salah satunya adalah perintah dan larangan. Membiarkan anak tanpanya adalah tidak mungkin. Anak yang belum memahami kemaslahatan dirinya mesti diarahkan dan dibimbing, hanya saja persoalannya terletak pada cara dan metode larangan dan perintah. Bagaimana pun Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam lebih mengetahui tentang anak daripada mereka dan beliau mengarahkan dengan memerintah dan melarang, bagi seorang Muslim beliau adalah imam dan teladan.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.


( Dikutip dari buku : kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta. Diposting oleh Wandy Hazar Z )

13 Sep 2010

Bimbingan Idul Fitri


           Lebaran adalah hari yang tidak asing bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Hari yang penuh suka cita, di mana kaum muslimin dibolehkan kembali makan dan minum di siang hari setelah satu bulan penuh berpuasa. Namun, jika kita tinjau perayaan lebaran (’Iedul Fitri) yang telah kita laksanakan, sudah sesuaikah apa yang kita lakukan dengan keinginan Alloh dan Rosul-Nya? Atau malah kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya, dengan sekedar ikut-ikutan kebanyakan manusia? Untuk mengetahui perihal ini, mari kita simak bersama bahasan berikut.


Definisi ‘Ied

         Kata “Ied” menurut bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang kembali berulang-ulang, baik dari sisi waktu atau tempatnya. Kata ini berasal dari kata “Al ‘Aud” yang berarti kembali dan berulang. Dinamakan “Al ‘Ied” karena pada hari tersebut Alloh memiliki berbagai macam kebaikan yang diberikan kembali untuk hamba-hambaNya, yaitu bolehnya makan dan minum setelah sebulan dilarang darinya, zakat fithri, penyempurnaan haji dengan thowaf, dan penyembelihan daging kurban, dan lain sebagainya. Dan terdapat kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat baru dengan berulangnya berbagai kebaikan ini. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
Perlu diperhatikan, saat ini telah menyebar di kalangan masyarakat, bahwa makna “Iedul Fitri” adalah kembali kepada fitroh (suci) karena dosa-dosa kita telah terhapus. Hal ini kurang tepat, baik secara tinjauan bahasa maupun istilah syar’i. Kesalahan dari sisi bahasa, apabila makna “Iedul Fitri” demikian, seharusnya namanya “Iedul Fithroh” (bukan ‘Iedul Fitri). Adapun dari sisi syar’i, terdapat hadits yang menerangkan bahwa Iedul Fitri adalah hari dimana kaum muslimin kembali berbuka puasa.
Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Puasa itu adalah hari di mana kalian berpuasa, dan (’iedul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian berbuka…’” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih) (Majalah As Sunnah 05/I, Ustadz Abdul Hakim). Oleh karena itu, makna yang tepat dari “Iedul Fitri” adalah kembali berbuka (setelah sebelumnya berpuasa).

Pensyariatan ‘Ied (hari raya) Adalah Tauqifiyyah

             Hari raya (tahunan) yang dimiliki oleh kaum muslimin, hanya ada dua, yaitu ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha. Adakah hari raya yang lain? Jawabnya: tidak ada. Karena pensyariatan hari raya merupakan hak khusus Alloh ‘azza wa jalla. Suatu hari dikatakan hari raya apabila Alloh menetapkan bahwa hari tersebut adalah hari raya (’Ied). Namun, jika tidak, kaum muslimin tidak diperkenankan merayakan atau memperingati hari tersebut. Alasannya adalah hadits Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Anas rodhiyallohu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam datang ke Madinah dan (pada saat itu) penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang dipergunakan untuk bermain (dengan permainan) di masa jahiliyyah. Lalu beliau bersabda: ‘Aku telah datang kepada kalian, dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyyah. Sungguh Alloh telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yakni hari Nahr (’Iedul Adha) dan hari fitri (’Iedul Fitri).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, shohih)
         Dua hari raya yang dimiliki penduduk Madinah saat itu adalah hari Nairuz dan Mihrojan, yang dirayakan dengan berbagai macam permainan. Kedua hari raya ini ditetapkan oleh orang-orang yang bijak pada zaman tersebut karena cuaca dan waktu pada saat itu sangat tepat/bagus. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Tatkala Nabi datang, Alloh mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari raya pula yang Alloh pilih untuk hamba-hamba-Nya. Sejak saat itu, dua hari raya yang lama tidak diperingati lagi. Berdasarkan hal ini, pensyariatan hari raya adalah tauqifiyyah (sesuai dengan perintah Alloh). Seseorang tidak diperbolehkan menetapkan hari tertentu untuk perayaan/peringatan kecuali memang ada dalil yang benar dari Alloh (Al Qur’an) maupun Rosul-Nya (Al Hadits). Sehingga tidak benar, apa yang dilakukan sebagian besar kaum muslimin saat ini, dengan melakukan berbagai macam peringatan/perayaan yang sama sekali tidak ada tuntunannya. Di antaranya: peringatan/perayaan maulid Nabi, Isro Mi’roj, Nuzulul Quran, hari Kartini, hari ibu, dan hari ulang tahun.

Tuntunan Nabi Saat Hari Raya

            Perayaan ‘Iedul Fitri maupun ‘Iedul Adha merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Alloh. Dan ibadah tidak terlepas dari dua hal, yang semestinya harus ada, yaitu: (1) Ikhlas ditujukan hanya untuk Alloh semata dan (2) Sesuai dengan tuntunan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam.
Ada beberapa hal yang dituntunkan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam terkait dengan pelaksanaan hari raya, di antaranya:
  1. Mandi Sebelum ‘Ied: Disunnahkan bersuci dengan mandi untuk hari raya karena hari itu adalah tempat berkumpulnya manusia untuk sholat. Namun, apabila hanya berwudhu saja, itu pun sah. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar – edisi Indonesia). Dari Nafi’, bahwasanya Ibnu Umar mandi pada saat ‘Iedul fitri sebelum pergi ke tanah lapang untuk sholat (HR. Malik, sanadnya shohih). Berkata pula Imam Sa’id bin Al Musayyib, “Hal-hal yang disunnahkan saat Iedul Fitri (di antaranya) ada tiga: Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum sholat ‘Ied, dan mandi.” (Diriwayatkan oleh Al Firyabi dengan sanad shohih, Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan)
  2. Makan di Hari Raya: Disunnahkan makan saat ‘Iedul Fitri sebelum melaksanakan sholat dan tidak makan saat ‘Iedul Adha sampai kembali dari sholat dan makan dari daging sembelihan kurbannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Buroidah, bahwa beliau berkata: “Rosululloh dahulu tidak keluar (berangkat) pada saat Iedul Fitri sampai beliau makan dan pada Iedul Adha tidak makan sampai beliau kembali, lalu beliau makan dari sembelihan kurbannya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, sanadnya hasan). Imam Al Muhallab menjelaskan bahwa hikmah makan sebelum sholat saat ‘Iedul Fitri adalah agar tidak ada sangkaan bahwa masih ada kewajiban puasa sampai dilaksanakannya sholat ‘Iedul Fitri. Seakan-akan Rosululloh mencegah persangkaan ini. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
  3. Memperindah (berhias) Diri pada Hari Raya: Dalam suatu hadits, dijelaskan bahwa Umar pernah menawarkan jubah sutra kepada Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam agar dipakai untuk berhias dengan baju tersebut di hari raya dan untuk menemui utusan. (HR. Bukhori dan Muslim). Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam tidak mengingkari apa yang ada dalam persepsi Umar, yaitu bahwa saat hari raya dianjurkan berhias dengan pakaian terbaik, hal ini menunjukkan tentang sunnahnya hal tersebut. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Perlu diingat, anjuran berhias saat hari raya ini tidak menjadikan seseorang melanggar yang diharamkan oleh Alloh, di antaranya larangan memakai pakaian sutra bagi laki-laki, emas bagi laki-laki, dan minyak wangi bagi kaum wanita.
  4. Berbeda Jalan antara Pergi ke Tanah Lapang dan Pulang darinya: Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda tatkala berangkat dan pulang, berdasarkan hadits dari Jabir, beliau berkata, “Rosululloh membedakan jalan (saat berangkat dan pulang) saat iedul fitri.” (HR. Al Bukhori). Hikmahnya sangat banyak sekali di antaranya, agar dapat memberi salam pada orang yang ditemui di jalan, dapat membantu memenuhi kebutuhan orang yang ditemui di jalan, dan agar syiar-syiar Islam tampak di masyarakat. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Disunnahkan pula bertakbir saat berjalan menuju tanah lapang, karena sesungguhnya Nabi apabila berangkat saat Iedul Fitri, beliau bertakbir hingga ke tanah lapang, dan sampai dilaksanakan sholat, jika telah selesai sholat, beliau berhenti bertakbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shohih).
Diperbolehkan saling mengucapkan selamat tatkala ‘Iedul Fitri dengan “taqobbalalloohu minnaa wa minkum” (Semoga Alloh menerima amal kita dan amal kalian) atau dengan “a’aadahulloohu ‘alainaa wa ‘alaika bil khoiroot war rohmah” (Semoga Alloh membalasnya bagi kita dan kalian dengan kebaikan dan rahmat) sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar – edisi Indonesia).
Jika Terkumpul Hari Jum’at dan Hari Raya Dalam Satu Hari
Jika hari raya dan hari Jumat berbarengan dalam satu hari, gugurlah kewajiban sholat Jum’at bagi orang yang telah melaksanakan sholat ‘Ied, namun bagi Imam hendaknya tetap mengerjakan sholat Jum’at agar dapat dihadiri oleh orang yang ingin menghadirinya dan orang yang belum sholat ‘Ied. Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Diperbolehkan bagi mereka (kaum muslimin), jika ‘ied jatuh pada hari Jum’at untuk mencukupkan diri dengan sholat ‘ied saja dan tidak menghadiri sholat Jumat.” (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar – edisi Indonesia).
Hal-Hal yang Terkait Sholat Ied Secara Ringkas
Karena terbatasnya jumlah halaman, berikut kami ringkaskan hal-hal yang terkait dengan sholat ‘Ied, di antaranya:
  1. Dasar disyari’atkannya: QS. Al Kautsar ayat 2, dan hadits dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Aku ikut melaksanakan sholat ‘Ied bersama Rosululloh, Abu Bakar dan Umar, mereka mengerjakan sholat ‘Ied sebelum khutbah.” (HR. Buhori dan Muslim)
  2. Hukum sholat ‘Ied: Fardhu ‘Ain, menurut pendapat terkuat.
  3. Waktu sholat ‘Ied: Antara terbit matahari setinggi tombak sampai tergelincirnya matahari (waktu Dhuha), menurut kebanyakan ulama.
  4. Tempat dilaksanakannya: Disunnahkan di tanah lapang di luar perkampungan (berdasarkan perbuatan Nabi), jika terdapat udzur dibolehkan di masjid (berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Tholib).
  5. Tata cara sholat ‘Ied: Dua roka’at berjama’ah, dengan tujuh takbir di roka’at pertama (selain takbirotul ihrom) dan lima takbir di roka’at kedua (selain takbir intiqol -takbir berpindah dari rukun yang satu ke rukun yang lain).
  6. Adzan dan iqomah pada sholat ‘Ied: Tidak ada adzan dan iqomah, atau seruan apapun sebelum dilaksanakan sholat karena tidak adanya dalil untuk hal tersebut.
  7. Khutbah pada sholat ‘Ied: Satu kali khutbah tanpa diselingi dengan duduk, menurut pendapat yang terkuat.
  8. Qodho’ sholat ‘Ied jika terluput: Tidak perlu meng-qodho’, menurut pendapat yang terkuat.
Kemungkaran yang Biasa Dilakukan Tatkala ‘Iedul Fitri
  1. Tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang kafir dalam pakaian dan mendengarkan musik/nyanyian (kecuali rebana yang dimainkan oleh wanita yang masih kecil). Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, sanadnya hasan) dan sabda Nabi yang lain, “Akan datang sekelompok orang dari umatku yang menghalalkan (padahal hukumnya haram) perzinaan, pakaian sutra bagi laki-laki, khomr (sesuatu yang memabukkan), dan alat musik…” (HR. Al Bukhori secara mu’allaq dan Imam Nawawi berkata bahwa hadits ini shohih dan bersambung sesuai syarat shohih). Dan Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Lahwal Hadits’ (perkataan yang tidak bermanfaat) dalam surat Luqman ayat 6 adalah Al Ghinaa‘ (nyanyian).
  2. Tabarruj-nya (memamerkan kecantikan) wanita, dan keluarnya mereka dari rumahnya tanpa keperluan yang dibenarkan syariat agama. Hal tersebut diharamkan di dalam syari’at ini, di mana Alloh berfirman, “Dan hendaklah kamu (wanita muslimah) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu, dan dirikanlah sholat serta tunaikanlah…” (QS. Al Ahzab: 33). Dalam suatu hadits disebutkan bahwa ada dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah dilihat oleh Nabi: “….salah satu di antaranya adalah wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang (tidak menutup seluruh tubuhnya, atau berpakaian namun tipis, atau berpakaian ketat) yang melenggak-lenggokkan kepala. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga.” (HR. Muslim)
  3. Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan musibah yang sudah sangat merata. Tidak ada yang selamat dari musibah ini kecuali yang dirohmati Alloh. Padahal perbuatan ini adalah haram berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam, “Sungguh, seandainya kepala kalian ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal dia sentuh.” (lihat Silsilah Al Ahadits As Shohihah 226) (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
  4. Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya ‘Ied. Tidak terdapat satu dalil pun yang menunjukkan perintah Alloh ataupun tuntunan Nabi untuk ziarah ke kubur pada saat ‘Iedul Fitri. Ziarah kubur memang termasuk ibadah yang disyariatkan, namun, pengkhususan waktu untuk ziarah saat ‘Iedul Fitri membutuhkan dalil. Jika tidak terdapat dalil, perbuatan tersebut bukan tuntunan Nabi dan tidak boleh dilaksanakan. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beramal suatu amalan (untuk tujuan ibadah) di mana tidak termasuk dalam urusan kami, maka amalnya tersebut tertolak (tidak akan diterima).” (HR. Muslim)
  5. Begadang saat malam ‘Iedul Fitri. Banyak di antara kaum muslimin yang menghidupkan malam ‘Ied dengan takbir via mikrofon. Hal ini sangat mengganggu kaum muslimin yang hendak beristirahat. Hukum mengganggu orang lain adalah haram. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Muslim (yang baik) adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.” (HR. Muslim). Sehingga jika memang hendak bertakbir, hendaknya tidak dengan suara yang keras. Ada lagi di antara kaum muslimin yang menjadikan malam ‘Ied untuk begadang dengan bermain catur, kartu atau sekedar ngobrol tanpa tujuan. Akibatnya, tatkala pagi datang, kebanyakan dari mereka sulit menjalankan sholat subuh secara berjamaah. Bahkan ada yang sampai ogah-ogahan menjalankan sholat ‘Ied.
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat. Semoga Alloh memberikan balasan yang baik bagi yang menulis, membaca, dan yang menyebarkannya.
***
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penulis: Adid Adep Dwiatmoko
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

Malam Idul Fitri Harus Perbanyak Ibadah


PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Muhammad Nurdin   
Kamis, 09 September 2010 09:16  

Ketika mendengar kata Idul Fitri, tentu dalam benak setiap orang yang ada adalah kebahagiaan dan kemenangan. Di mana pada hari itu umat Islam merasa gembira dan senang karena telah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. Perayaan rutin setiap tahun ini menjadi momen sangat penting setelah berpuasa selama sebulan pada bulan Ramadhan. Seluruh umat Islam merayakannya dengan suka dan cita, tak berbeda yang rajin puasa maupun yang hanya alakadarnya. Lantas, apa makna yang tersembunyi di balik Idul Fitri? Berikut petikan wawancara Muhammad Nurdin dari UINJKT Online dengan Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) Prof Dr Abuddin Nata di ruang kerjanya, Selasa (7/9).

Apa makna Idul Fitri bagi umat Islam?

Idul Fitri terdiri dari dua kata. Pertama, kata ‘id yang dalam bahasa Arab bermakna “kembali”, dari asal kata ‘ada. Ini menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri selalu berulang dan kembali datang setiap tahun yang menandai puasa telah selesai dan kembali diperbolehkan makan minum di siang hari. Kedua, kata fitri yang bermakna berbuka atau bebas. Artinya, kata fitri di situ diartikan “berbuka” atau “berhenti puasa” yang identik dengan makan-makan dan minum-minum. Terminologi Idul Fitri seperti ini harus dijauhi dan dibenahi, sebab kurang mengekspresikan makna Idul Fitri itu sendiri.

Ada makna lain?

Makna lain Idul Fitri bisa diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah. Di mana pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci, sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafor, kelahiran kembali ini berarti seorang Muslim yang selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa, qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Selain makna di atas, Idul Fitri dapat dimaknai dengan kecendrungan kepada agama, kebaikan, dan keindahan. Pertama, dengan agama melahirkan etika, norma akhlak, dan moralitas yang akan membawa manusia pada jalan yang lurus. Kedua, dengan kebaikan akan melahirkan ilmu yang membawa kepada kemajuan seseorang. Ketiga, dengan keindahan akan melahirkan jiwa-jiwa yang mempunyai seni (estetika), berhati lembut, dan selalu memampilkan keindahan.

Adakah keterkaitan antara zakat fitrah dengan Idul Fitri?

Ya karena dengan zakat seseorang dapat mensucikan harta yang dimiliki. Sebab  boleh jadi harta yang dimiliki terdapat hak-hak fakir miskin dan anak yatim. Oleh karena itu, dengan berzakat menggambarkan sikap kepedulian sosial yang semua itu adalah hasil didikan dari puasa. Sehingga akan timbul sikap saling berbagi kebahagian, dan saling memaafkan pada hari raya. Sedangkan Idul Fitri yaitu kita kembali kepada fitrah, seperti bayi yang baru lahir. Dosa-dosa kita pun demikian kembali bersih, tanpa mempunyai dosa sedikit pun karena sudah dilebur saat bulan puasa dengan berbagai ibadah dan permohonan taubat.

Lantas, bagaimana cara mengetahui seseorang itu fitrah?

Apabila telah melewati bulan Ramadhan ada peningkatan amal maka bisa dikatakan seseorang itu suci (fitrah). Hal ini bisa dilihat dari peningkatan shalat sunnah, rajin membaca al-Qur’an, dan saling berbagi kebahagiaan. Puasa adalah bukan sebagai tradisi atau rutinitas spritual saja akan tetapi menjadi bulan peningkatan amal.

Bagaimana seharusnya umat Islam merayakan Idul Fitri?

Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 184 sudah dijelaskan tentang etika dalam merayakan hari raya. Pertama, tidak merayakan Idul Fitri sebelum Ramadhan berakhir atau tanggal 1 Syawwal. Kedua, menghidupkan malam Idul Fitri dengan memperbanyak beribadah kepada Allah, baik itu dzikir, shalat atau membaca al-Qur’an. Melantunkan kalimat takbir juga merupakan ibadah yang dianjurkan pada malam Idul Fitri. Ketiga, memperbanyak bersyukur yang ditandai dengan saling mengunjungi sanak keluarga, teman, saling memaafkan, dan saling memberi makanan dan minuman. (ns)

Sumber : www.uinjkt.ac.id

MENDIDIK ANAK MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN

KHUTBAH PERTAMA :

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.


Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Salah satu nikmat, amanah, sekaligus ujian dari Allah Subhanahu Wata'ala adalah hadirnya seorang anak di tengah keluarga kita. Perilaku lucu, cerdik, menggelikan, sekaligus menyenangkan, senantiasa mereka tampilkan. Hal itu membuat suasana keluarga semakin meriah. Hadirnya momongan di tengah keluarga merupakan dambaan pasutri (pasangan suami–istri) atau orang tua. Karena itu dapat kita bayangkan, betapa sepinya keluarga, jika anak tak berada di sisi pasutri.
Selanjutnya, cara orang tua menyambut, menjaga, memelihara, mengarahkan, membimbing, atau mendidik anak untuk kehidupan anak di masa depan jangka pendek (dunia) dan jangka panjang (akhirat) akan memberikan andil besar atau bahkan menentukan bagi:
1. Sukses tidaknya orang tua di dalam bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala atas nikmat dariNya berupa anak, sehingga anak tidak dicemari fitrahnya.
2. Sukses tidaknya orang tua di dalam menunaikan amanah Allah Subhanahu Wata'ala berupa anak, sehingga akan tumbuh anak-anak shalih atau shalihah.
3.Sukses tidaknya orang tua di dalam menempuh ujian dengan lahirnya anak di tengah keluarga, sehingga anak tidak menjadi penyebab orang tua meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam telah bersabda :

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
"Tidaklah anak manusia dilahirkan melainkan pasti lahir di atas fitrahnya, maka kemudian orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits ini kita mengetahui, bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah (bertauhid dan berpotensi baik). Jika kemu-dian anak menjadi menyimpang, ia menjadi Yahudi/Nasrani/ Ma-jusi, dan ahli maksiat, maka orang tua memiliki andil besar sebagai penyebabnya. Mengapa?
Sebabnya adalah: Pertama, orang tua adalah pihak yang sejak awal paling dekat dan berpengaruh langsung kepada anak.
Kedua, orang tua tidak memberikan perawatan dan pendidi-kan yang tepat sejak usia dini. Orang tua justru memberikan pendi-dikan yang menyimpang dari Tauhid dan sunnah Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam.
Jika orang tua mencari rizki (nafkah) dengan cara yang batil (hasil menipu, mencuri, korupsi, riba, memeras, dan sejenisnya), maka nafkah tersebut tidak berkah (tidak mengandung kebaikan). Lantas, anak dan istri, juga diri ayah tersebut tumbuh dari perawatan fisik/jasad (nafkah) yang haram. Pengaruhnya, hati manusia menjadi keras untuk menerima kebenaran dari Allah Subhanahu Wata'ala dan Rasul-Nya.
Hal itu akan diperparah lagi dengan cara, harta dari hasil yang haram tersebut dibelanjakan untuk makanan, minuman, dan hal-hal lain yang haram (untuk merokok, berjudi, khamar, narkoba, membeli daging babi dan marus/darah binatang dan sejenisnya). Maka tumbuhlah jasmani yang tidak sehat. Inilah bentuk perawatan yang menyimpang.
Adapun pendidikan yang menyimpang terlihat dengan jelas, manakala orang tua menyerahkan pendidikan anak mereka pada sekolah-sekolah yang tidak menghargai pendidikan Agama secara memadai. Hal itu diperburuk dengan pendidikan agama yang diajarkan itu pun menyimpang dari sumber rujukan Islam (al-Qur`an dan as-Sunnah).
Berbarengan dengan hal itu, anak dicekoki dengan berbagai acara di TV, radio, dan sejenisnya selama berjam-jam setiap harinya. Demikian halnya di masyarakat marak sekali adanya acara panggung-panggung hiburan yang jauh dari tuntunan Islam. Dilengkapi dengan pergaulan yang dialami anak, baik di lingkungan keluarga besarnya, di masyarakat, dan di berbagai kesempatan, jauh dari akhlak Islami. Disempurnakan dengan bahan bacaan (majalah, surat kabar, tabloid, novel, puisi, kaset/CD/DVD, dan sejenisnya) yang mengumbar kemaksiatan (pornografi dan sejenisnya), maka genap lengkap dan sempurnalah pendidikan anak yang menyimpang menjadi menu/program/kurikulum yang mengarahkan anak menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Sungguh besar pengaruh orang tua terhadap anak. Pepatah mengatakan, "Mangga jatuh tidak jauh dari pohonnya." Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam pun telah bersabda :

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
"Agama seseorang tergantung kepada siapa yang menjadi orang yang paling dicintainya. Maka coba perhatikan siapa orang yang paling dicintai oleh salah seorang dari kalian." (HR. Ahmad).
Sadar atau pun tidak, orang tua dan masyarakat yang demikian telah dengan mulus memberikan jalan kepada program-program kerja Yahudi, Nasrani, dan Majusi, yang dengan gigih menyediakan semua waktu, tenaga, dan pikiran, program hiburan, serta hartanya di dalam program pemurtadan umat Islam dalam bentuk 'tidak harus berpindah agama'.
Firman Allah Subhanahu Wata'ala :

وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَالَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, 'Sesungguh-nya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)'. Dan sesung-guhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120).

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Inilah tantangan umat Islam dari luar dirinya di masa kini dan mendatang. Demikian halnya kelemahan umat Islam sendiri (tidak memahami Islam dengan benar, taklid, berlebih-lebihan di dalam mencintai orang-orang shalih, maupun meremehkan agama, tidak istiqamah, dan sejenisnya, lemah iptek, tak profesional di dalam beramal, dan lain-lain) merupakan tantangan dari dalam tubuh umat Islam yang harus dijawab umat Islam sendiri.
Orang tua, khususnya ayah, adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menyelesaikan agenda besar ini dalam lingkup keluarga yakni pendidikan yang sejalan dengan fitrah anak. Pendidikan anak yang demikian dapat menghadapi tantangan masa kini dan masa depan yang bersifat materialistis, liberalistis, anti AGAMA, dan pengumbar nafsu yang diciptakan oleh Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tah-rim: 6).

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Sekiranya orang tua sanggup mengatasi tantangan dari dalam dan luar tersebut, dengan cara memberikan perawatan yang baik dan halal, serta pendidikan yang berbasis Islam yang mengembangkan fitrah anak, maka akan lahir anak-anak yang bertauhid, berbuat baik, menguasai bidang keahlian yang dipilihnya, dan istiqamah di atas Din yang haq (Dinul Islam). Akhirnya kelak akan lahir anak-anak yang sanggup menghadapi tantangan materialisme, liberalisme, anti Agama, dan para pengumbar nafsu produk dan antek Yahudi dan Nasrani. Insya Allah Subhanahu Wata'ala mereka akan mengungguli musuh-musuh Allah, musuh-musuh Islam, dan musuh-musuh kaum Muslimin hari ini dan ke depan.

Demikian halnya, anak merupakan amanah.
Orang tua yang sukses adalah mereka yang sanggup mengem-ban amanah. Sesunguhnya Allah Subhanahu Wata'ala telah mempercayakan makhlukNya (berupa anak) untuk dirawat/diasuh dan dididik oleh orang tua. Orang tua yang menyadari hal ini, mereka akan memperkuat keikhlasan, kesabaran, dan kesungguhannya di dalam merawat dan mendidik amanah Allah Subhanahu Wata'ala. Anak merupakan asset masa depan (dunia, jangka pendek dan akhirat, jangka panjang). Tanpa keikhlasan, kesabaran, dan kesungguhan (juhud) yang prima, niscaya orang tua akan menghadapi kegagalan di dalam menunaikan amanah.
Orang tua hendaknya mengerahkan segala daya upaya –yang juga merupakan karunia Allah Subhanahu Wata'ala - untuk meraih keuntungan/kebaikan dunia akhirat bagi diri mereka dengan cara menunaikan amanah yakni merawat dan mendidik anak. Mereka selalu mengingat dan melaksanakan sabda Rasulullah  berikut :

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.
"Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim).
Anak shalih/shalihah tidaklah akan mungkin terwujud, manakala perawatan dan pendidikan terhadapnya menyimpang. Oleh karena itu, orang tua yang menghendaki buah yang segar di dunia maupun di akhirat berupa anak shalih/shalihah, maka hendaknya mereka mempersiapkannya sebaik mungkin sejak dini.
Anak shalih adalah anak yang berbuat baik yakni anak yang tergambarkan di dalam Firman Allah Subhanahu Wata'ala berikut ini :

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba saha-yamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang som-bong dan membangga-banggakan diri." (An-Nisa`: 36).
Berdasarkan ayat ini, anak/orang yang baik adalah:
1. Bertauhid dan tidak menyekutukan Allah Subhanahu Wata'ala.
2. Birrul walidain (berbakti kepada ibu bapak).
3. Berbuat baik kepada sesama manusia.
4. Tidak sombong dan bangga diri.

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Anak shalih yang berciri-ciri seperti digambarkan pada surah an-Nisa` 36 itulah yang sanggup menjawab tantangan zaman, yang sanggup mengatur dunia ini dalam rangka taat kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Dan hal itu merupakan karunia dariNya kepada siapa yang Dia Kehendaki. Perhatikan Firman Allah Subhanahu Wata'ala “

وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَيُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada menyekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur: 55).
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA :

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:


Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Upaya orang tua berikutnya dalam rangka menyiapkan anak menghadapi tantangan zaman di masanya adalah bahwa sejak awal orang tua harus menyadari bahwa anak merupakan ujian bagi diri mereka. Allah Subhanahu Wata'ala memberikan karunia anak, berarti Allah Subhanahu Wata'ala juga sedang menguji orang tua. Luluskah dalam ujian?
Ujian yang datangnya dari Allah Subhanahu Wata'ala memiliki tujuan untuk mengetahui dengan sebenarnya siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang dusta; siapa yang bersungguh-sungguh dan siapa yang bermain-main; siapa yang terbaik amalnya dan siapa yang merugi. Hal ini banyak disebutkan di dalam al-Qur`an al-Karim. Di antaranya :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (Ali Imran: 14).

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan anak-anak yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (An-Nisa`: 9).

وَاعْلَمُوا أَنَّمَآ أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةُُ وَأَنَّ اللهَ عِندَهُ أَجْرُُ عَظِيمُُ
"Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar." (Al-Anfal: 28).

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Jika kita sebagai orang tua –lebih khusus sebagai ayah- sanggup merawat dan mendidik anak dengan berbasiskan Islam, sehingga ciri-ciri anak shalih seperti tersebut di atas teraih, maka inilah bukti kita mengikuti dan taat kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan Rasul-Nya, bukti bahwa kita cinta kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan RasulNya, bukti bahwa kita telah bersungguh-sungguh (berjihad) dalam dunia pendidikan fi sabilillah.
Anak adalah ujian yang jika kita kurang hati-hati, akan menempatkan kita pada derajat fasik, mengapa? Sebab jika kita teledor, maka saking cintanya kita kepada anak, dapat melalaikan kita dari cinta dan taat kepada Allah Subhanahu Wata'ala, RasulNya, dan berjihad di jalan-Nya. Perhatikan FirmanNya :

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
"Katakanlah, 'Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya'. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (At-Taubah: 24).
Karena itulah, mari kita siapkan, kita rawat, dan kita didik anak-anak kita untuk menghadapi berbagai tantangan zaman seperti materialisme, komunisme, sekularisme, liberalisme, dan berbagai ismeisme lainnya buatan manusia yang dimotori oleh Yahudi dan Nasrani serta Majusi.
Kita rawat dan didik anak-anak kita dengan basis Islam untuk mewujudkan anak-anak yang shalih. Anak-anak yang beriman/ bertauhid, istiqamah di atas keimanan dan ketakwaan, berakhlak karimah, dan profesional/ahli di bidang spesialisasinya. Dengan anak yang shalih inilah dunia akan aman, tentram, sejahtera dalam keadaan tunduk patuh kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Dengan demikian, kita telah mencapai tujuan diciptakannya manusia itu sendiri di dunia ini.
Marilah kita tundukkan hati, pikiran, dan perasaan kita ke hadapan Allah, Rabbul 'alamin. Kita memohon kepadaNya, semoga berkenan kiranya Dia menurunkan karunia, taufik, hidayah, dan inayahNya kepada kita semuanya, amin.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

( Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan

Cahaya Dan Kitab Yang Nyata dari Allah

Khutbah Petama



إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
Amma Ba’du :

Ya ikhwatal Islam!. Ya ummatal Qur’an! Bertakwalah kepada Allah Subha Nahu Wata’ala dengan takwa yang sesungguhnya.
Ibadallah !


لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ
‘’Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri’’ [Qs.Al-Imron :164)
Allah menurunkan Kitab suci terbaik kepada RasulNya Shallallahu Alaihi Wasallam bagi umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Kitab suci yang dapat menunjukkan mereka jalan yang paling lurus dan jalur yang paling benar, serta dapat membawa mereka keluar dari kondisi yang gelap menuju cahaya dengan izin allah. Al-Qur’an adalah tempat berlindung ketika terjadi Fitnah (malapetaka) dan penyelamat ketika terjadi musibah dan bencana .
Ya ibadallah !. Ia adalah berita tentang apa yang terjadi di masa lalu, kabar tentang apa yang terjadi dimasa depan, dan hokum yang berlaku diantara anda sekalian. Ia adalah undang-undang yang tegas dan tidak main-main. Siapa yang berani meninggalkannya akan dihancurkan oleh Allah. Barangsiapa yang mencari petunjuk lain dil luar Al-Qur’an akan di sesatkan oleh Allah. Orang yang mencari kemuliaan tanpa Al-Qur’an akan dihinakan oleh Allah .siapa yang mencari kemenangan tanpa berhukum kepada Al-Qur’an akan dijerumuskan oleh Allah. Al-Qur’an adalah tali Allah yang kokoh. Al-Qur’an adalah jalan lurus yang tidak melenceng sehingga tidak perlu ditegur dan tidak bengkok sehingga tidak perlu diluruskan. Dengan kitab ini hawa nafsu tidak akaan melenceng, lidah tidak akan keliru serta tidak akan ada keluhan karena terlalu banyak membacanya . para ulama’ tidak akan kenyang dengannya, dan keajaibannya tidak akan habis. Barangsiapa yang berbicara dengan Al-Qur’an pasti akan mengatakan yang benar , yang menetapkan hokum dengan Al-Qur’an pasti berbuat adil , orng yang mengamalkan Al-Qur’an pasti mendapatkan pahala, dan yang mengajak kepada Al-Qur’an pasti diberi petunjuk kepada jalan yang lurus .Barangsiapa yang mau membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya akan dijamin oleh Allah be=ahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak akan celaka da Akhirat. Ibnu Abbas berkata : ‘Siapa yang meninggalkannya, menjauhinya, dan berpaling darinya pasti merugi di dunia dan akhirat. Itulah kerugian yang nyata .
Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :


قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن بِئَايَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ اْلأَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى
Allah berfirman:"Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebahagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan seat dan ia tidak akan celaka.Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia:"Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang melihat ? Allah berfirman:"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu(pula) pada hari inipun kamu dilupakan . Dan demikanlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. Thaha :123-127)
Di dalam khutbahnya pada tahun haji wada’ Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wasallam Bersabda :
‘’ Aku telah meninggalkan sesuatu yang kalian tidak akan tersesat sesudahnya bila kalian berpegang teguh padanya, yaitu Kitab Allah .’’(HR. Muslim, 1218, Abu Daud, 1905 dan ibnu Majah, 3074)
Allah telah memberikan anugerah yang begitu kepada hamba-hambaNya dengan menurunkan kitb suci (Al-Qur’an) yang agung ini . Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :



يَآأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَة
لِّلْمُؤْمِنِين
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. 10:57)
Allah berfirman :

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسلمينْ
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. 16:89)
Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :


يَاأَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَآءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِّمَّا كُنتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ قَدْ جَاءَكُم مِّنَ اللهِ نُورُُ وَكِتَابُُ مُّبِينُُ يَهْدِي بِهِ اللهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلاَمْ وَيُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Hai ahli kitab, sesungguhnya telahd atang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepada mubanyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan .Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengankitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. Al-Maidah :15-16)

Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَكُمْ بُرْهَانُُ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَآإِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِّنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Rabbmu, (Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Qur'an). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (QS. An-Nisa’:174-175)

Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :


إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (QS.Al-Isra’:9)
Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :


وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَيَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلاَّخَسَارًا
Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’:82)
Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا هُدًى وَشِفَآءٌ وَالَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ فِي ءَاذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى
"Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang al-Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. (QS.Fushshilat :44)

Ayat-ayat tentang hal ini banyak sekali dan tidak asing bagi siapa saja yang mau membaca kitab Allah(Al-Qur’an) disertai dengan tadabbur (merenungkan maknanya) dan menghadirkan hati, sebagaimana kebiasaan orang-orang berbakti dari generasi salaf yang shalaih . Semoga allah berkenan merahmati dan meridhai mereka. Dahulu ketika mereka mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur’an, mereka idak melewatinya sebelum menguasai ilmunya dan mengamalkannya. Mak pelajarilah ilmunya sekaligus amalnya seperti yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu Anhu. Mereka mempelajari perintah-perintah dan larangan-lerangannya . lalu bergegas melaksanakannya tanpa ragu dan menyepelekan. Orang-orang yang terpilih itulah yang mempelajari dan membaca Al-Qur’an dengan keyakinan bahwa ia adalah firman Allah yang ditujukan kepada mereka. Allah berfirman kepada mereka melalui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Lalu mereka mengibarkan bendera Al-Qur’an dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Sehingga mereka mampu membuat musuh-musuh Allah kekuatan serta mampu menyebarkan keadilan dan perdamaian di bumi Allah. ‘’ Mereka telah membawa umat manusia keluar dari penyembahan kepada sesame hamba menuju penyembahan kepada tuhan para hamba. Dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan Akhirat ; dari kezaliman agama-agama menuju keadilan islam .’ Sehingga mereka berhasil mewujudkan kebaikan dan kebahagiaan bagi kemanusiaan secara keseluruhan.
Ikhwatal islam !. Dewasa ini kita benar-benar hidup pada zaman di mana fitnah meraja rela, gelombang bencana menghantam, syahwat berkuasa, syubhat berkembang pesat, problem dan tantangan beragam, penganjur bid’ah dan kemungkaran semakin banyak. Tidak ada cara untuk lepas dari semua itu, meneguhkan kekuatan, menancapkan kaki, menenteramkan jiwa, menghibur ruhani, mewujudkan janji, aman dari hukuman, memantapkan keyakinan, dan mempertahankan citra yang baik, kecuali seluruh umat islam baik sebagai penguasa, rakyat jelata, bangsa, Negara, pemuda, lanjut usia, pria, wanita, ulama’, maupun masyarakat awam –mengarahkan perhatian yang benar dengan sepenuh hati dan perasaan kepada kitab Allah. Dengan cara membaca, merenungkan makna, mempelajarinya, mengajarkan, mengamalkan dan memperaktikkannya . Kitab Allah adalah mata air segar yang tidak pernah kering dan tidak akan busuk. Ia adalah gudang besar yang setiap kali dibelanjakan akan bertambah isinya dan semakin sering dibaca semakin manis dan nikmat rasanya. Namun gudang-gudangnya hanya akan diberikan kepada orang yang mengkajinya dengan penuh hati dan mendengaarkannya dengan seksama .
Ma’syaral muslimin. ! saat ini banyak sekali orang yang berpaling dari Al-Qur’an dan menjauhinya . Siapan pun yang mau memperhatikan kehidupan orang banyak, pasti akan menemukan bahwa kehidupan mereka sama sekali tidak berhubung dengan Al-Qur’an . Wallahu A'lam-Iyadzubillah ! Betapa banyak pelanggaran yang terjadi dan betapa besar kewajiban yang di tinggalkan .
Ibadallah !Subhanallah. ! mana perhatian umat islam sekarang terhadap Al-Qur’an ?! mana kepedulian generasi muda umat terhadap kitab suci yang mulia ini ?! Banyak dari mereka yang telah mengganti sesuatu yang baik dengan sesuatu yang jelek . Laa haula wala quwwata illa billah ! mana perhatian kaum wanita terhadap ajaran-ajaran Al-Qur’an yang menyuruh mereka menutup aurat , menjaga rasa malu, memelihara sopan santun, dan menghindari berselok, buka aurat, dan pergaulan bebas ?! Bahkan mana perhatian untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hokum dalam segala aspek kehidupan ?!
Ya Ibadallah. ! Fakta yang sebenarnya menunjukkan bahwa kondisi mereka semua cocok dengan firman Allah Subha Nahu Wata’ala .


وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا
Berkatalah Rasul:"Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan". (QS. Al-Furqon :30)

Menjauhi Al-Qur’an –Seperti kata Allamah Ibnul Qoyyim- meliputi menjauhi dengan cara tidak mendengarkan dan mengimaninya ; menjauhi dengan cara tidak mengindahkan apa yang dihalalkan dan diharamkannya meskipun mau membacanya dan mengimaninya ; menjauhi dengan cara tidak mau menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hokum dalam masalah pokok-pokok ajaran (ushul) agama maupun cabang-cabangnya (furu’); menjauhi dengan cara tidak mau berusaha memehami dan mengetahui apa yang di inginkan oleh Allah darinya ; dan menjauhi dengan cara enggan menjadikannya menjadi obat penawar dari segala macam penyakit hati . Sayangnya, semua bentuk menajauhi Al-Qur’an itu benar-benar terjadi di tengah realitas umat manusia saat ini .
Orang-orang yang membaca Kitab Allah tapi bersi keras untuk melanggar hukum-hukumnya bahkan menambahkan bid’ah dan hal-hal baru ke dalam agama Allah- bukanlah orang-orang yang beriman dengan sungguh-sungguh, kendati mereka mengaku beriman seribu kali dan membacanya seumur hidup . Orang-oarang yang menunggangi punggung interaksi dengan hal-hal yang haram, melumuri dirinya dengan perbuatan keji dan mungkar, seperti zina, riba, menghilangkan nyawa tanpa hak, mencuri, berbuat curang, berbuat zhalim, berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengucapkan kata-kata yang kotor, melakukan perbuatan yang hina dan hal-hal lain yang diharamkan . mana perhatian mereka terhadap keimanan kepada Al-Qur’an ?!Orang-orang yang meninggalkan kewajiban dan melenyapkan perintah seperti shalat, zakat, berbakti kepada kedua orang tua, bersilaturrahmi, dan berbuat baik kepada orang-orang miskin . Mana perhatian mereka terhadap keimanan kepada Al-Qur’an ?! Sesungguhnya orang-orang yang mendengarkan Al-Qur’an atau membacanya tetapi enggan memperaktikkannya akan mendapat bagian dari firman Allah Subha Nahu Wata’ala .


وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha :124)
Sengguh celaka mereka yang menyerupakan diri dengan orang yang dimaksud di dalam firman Allah ,

وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا
Mereka berkata:"Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya. (QS. An-Nisa’ :46)
Dekatlah denagan Al-Qur’an! Dekatlah dengan Al-Qur’an wahai hamba-hamba Allah ! Kita harus menimba mata airnya dan minum airnya untuk menggapai kebahagiaan dunia dan Akhirat .


أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَانَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). (QS. Al-Hadid :16)
A’udzu billahi minasy syaithanir rajim :


إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا وَأَنَّ الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاْلأَخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih. (QS.Al-Isro’ :9-10)



بارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua


اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimahumllah. ! Ucapkanlah shalawat dan salam kepada Nabi yang menerima Kitab Allah ; Nabi anda yang terpilih dan sangat taat kepada Allah. Sebagaimana diperintahkan oleh Allah kepada anda , Allah Subha Nahu Wata’ala berfirman :



إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab :56)


إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا



اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

( Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan

12 Sep 2010

Maghfiroh serta luasnya Kekuasaan Allah

Luasnya Kekuasaan Allah Dan Ampunan-Nya

      Kajian kita kali ini membahas tentang betapa luasnya kekuasaan dan ampunan Allah terhadap para hamba-Nya. Karena itu, hendaklah seorang Mukmin selalu bersangkaan baik terhadap Allah bahwa Dia pasti mengampuninya sebesar apa pun dosanya selama ia tidak berbuat syirik terhadap-Nya serta hendaknya tidak berputus asa dari mengharap rahmat-Nya.


Naskah Hadits
عَنْ أَبِي ذَرٍّ اْلغِفَارِي, عَنْ النّبِيّ صلى الله عليه وسلم. فِيمَا رَوَىَ عَنِ اللّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَىَ أَنّهُ قَالَ: «يَا عِبَادِي إِنّي حَرّمْتُ الظّلْمَ عَلَىَ نَفْسِي. وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرّماً. فَلاَ تَظَالَمُوا.
يَا عِبَادِي كُلّكُمْ ضَالّ إِلاّ مَنْ هَدَيْتُهُ. فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ. يَا عِبَادِي كُلّكُمْ جَائِعٌ إِلاّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ. فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ.
يَا عِبَادِي كُلّكُمْ عَارٍ إِلاّ مَنْ كَسَوْتُهُ. فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ.
يَا عِبَادِي إِنّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللّيْلِ وَالنّهَارِ, وَأَنَا أَغْفِرُ الذّنُوبَ جَمِيعاً. فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرُ لَكُمْ.
يَا عِبَادِي إِنّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرّي فَتَضُرّونِي. وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي.
يَا عِبَادِي لَوْ أَنّ أَوّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ, وَإِنْسَكُمْ وَجِنّكُمْ. كَانُوا عَلَىَ أَتْقَىَ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ. مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئاً.
يَا عِبَادِي لَوْ أَنّ أَوّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ. وَإِنْسَكُمْ وَجِنّكُمْ. كَانُوا عَلَىَ أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ. مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئاً. يَا عِبَادِي لَوْ أَنّ أَوّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ. وَإِنْسَكُمْ وَجِنّكُمْ. قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي. فَأَعْطَيْتُ كُلّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ. مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمّا عِنْدِي إِلاّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ.
يَا عِبَادِي إِنّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ. ثُمّ أُوَفّيكُمْ إِيّاهَا. فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللّهَ. وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنّ إِلاّ نَفْسَهُ».

Dari Abu Dzarr al-Ghifary RA., dari Nabi SAW., dalam apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla bahwasanya Dia berfirman,
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya telah Aku haramkan atas diri-Ku perbuatan zhalim dan Aku jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.

Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah sesat kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk; maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian petunjuk.

Wahai para hamba-Ku, setiap kalian itu adalah lapar kecuali orang yang telah Aku beri makan; maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian makan.

Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah telanjang kecuali orang yang telah Aku beri pakaian; maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian pakaian.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat kesalahan di malam dan siang hari sedangkan Aku mengampuni semua dosa; maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian.

Wahai para hamba-Ku sesungguhnya kalian tidak akan mampu menimpakan bahaya kepada-Ku sehingga kalian bisa membayakan-Ku dan tidak akan mampu menyampaikan manfa’at kepada-Ku sehingga kalian bisa memberi manfa’at pada-Ku.

Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling takwa di antara kamu (mereka semua adalah ahli kebajikan dan takwa), maka hal itu (keta’atan yang diperbuat makhluk-red.,) tidaklah menambah sesuatu pun dari kekuasaan-Ku

Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling fajir (bejad) di antara kalian (mereka semua ahli maksiat dan bejad), maka hal itu (kemaksiatan yang mereka perbuat-red.,) tidaklah mengurangi sesuatu pun dari kekuasaan-Ku.

Wahai para hamba-Ku, andaikata generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian berada di bumi yang satu (satu lokasi), lalu meminta kepada-Ku, lantas Aku kabulkan permintaan masing-masing mereka, maka hal itu tidaklah mengurangi apa yang ada di sisi-Ku kecuali sebagaimana jarum bila dimasukkan ke dalam lautan.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya ia hanyalah perbuatan-perbuatan kalian yang aku perhitungkan bagi kalian kemudian Aku cukupkan buat kalian; barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah ia mencela selain dirinya sendiri.”
(HR.Muslim)

Urgensi Hadits

Imam Ahmad RAH., berkata, “Tidak ada hadits yang lebih mulai dari ini bagi Ahli Syam (karena para periwayatnya semua adalah orang-orang Syam).”

Beliau mengatakan hal tersebut karena betapa agungnya hadits tersebut yang mengandung banyak makna-makna mulia.

Kosa Kata

Makna kata “Perbuatan zhalim” : Kezhaliman artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, yaitu melampaui batas

Makna “Aku cukupkan buat kalian” : Yakni Aku membalas kalian berdasarkan perbuatan kalian baik kecil mau pun besar, yaitu di akhirat kelak

Pesan-Pesan Hadits

1. Hadits ini merupakan hadits Qudsi, yaitu Hadits yang diriwayatkan Rasulullah SAW dari Rabb-nya.
Perbedaan antara Hadits Qudsi dan al-Qur’an di antaranya adalah:
- Bahwa al-Qur`an al-Kariim adalah mukjizat mulai dari lafazhnya hingga maknanya sedangkan Hadits Qudsi tidak memiliki kemukjizatan apa pun
- Bahwa shalat tidak sah kecuali dengan al-Qur`an al-Kariim sedangkan Hadits Qudsi tidak sah untuk shalat
- Bahwa al-Qur`an al-Kariim tidak boleh diriwayatkan dengan makna sementara Hadits Qudsi boleh

2. Hadits tersebut menjelaskan bahwa Allah Ta’ala Maha Suci dari semua sifat kekurangan dan cela, di antaranya berbuat zhalim, di mana Dia berfirman, “Sesungguhnya telah Aku haramkan atas diri-Ku perbuatan zhalim.” Dia juga berfirman dalam al-Qur`an, “Dan Aku sekali-kali tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku.” (Qaaf:29) Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri.” (Yuunus:44)

3. Allah Ta’ala melarang para hamba-Nya berbuat zhalim antar sesama mereka sebab perbuatan zhalim diharamkan dan akibatnya amat fatal baik di dunia mau pun di akhirat. Allah Ta’ala berfirman, “Dan begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (Huud:102) Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya perbuatan zhalim itu adalah kegelapan di hari Kiamat.” (HR.al-Bukhary dan Muslim) Dalam sabda yang lain, “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengulur-ulur bagi pelaku kezhaliman hingga bila Dia menyiksanya, Dia tidak akan membuatnya lolos (dapat menghindar lagi).” (HR.al-Bukhary)

4. Kezhaliman ada beberapa macam:
a. Zhalim terhadap diri sendiri dan yang paling besarnya adalah berbuat syirik terhadap Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kezhaliman yang besar.” (Luqman:13) Di antaranya lagi adalah melakukan perbuatan maksiat dan berbuat dosa

b. Perbuatan zhalim seorang hamba terhadap orang lain seperti mengambil hak mereka, menyakiti, menggunjing (ghibah), mengadu domba dan membicarakan mereka tanpa hak.

5. Hadits tersebut juga menjelaskan betapa kebutuhan para hamba kepada Allah Ta’ala. Karena itu, hendaknya mereka berlindung kepada-Nya, memohon, meminta pertolongan, meminta ma’af dan ampunan kepada-Nya. Memohon kepada-Nya agar diberi ampunan, rahmat dan rizki. Siapa pun manusianya, maka tidak mungkin dia tidak membutuhkan Rabbnya.

6. Semua manusia pasti melakukan kesalahan. Karena itu, bertindak keliru atau memiliki keterbatasan bukanlah suatu ‘aib akan tetapi yang dikatakan ‘aib itu adalah terus-menerus di dalam kesalahan ini, membiarkannya dan tidak mempedulikannya. Hendaknya seorang hamba memandang kepada keagungan Dzat Yang ia maksiati dan lakukan kesalahan terhadap-Nya dan janganlah memandang kepada kecilnya suatu kemaksiatan. Dari itu, hendaknya ia bersegera untuk bertobat dan kembali kepada-Nya serta meminta ampunan-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah wahai kaum Mukmiin, semoga kamu beruntung.” (an-Nuur:31) Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dial-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az-Zumar;53)

7. Betapa besarnya ampunan Allah dan betapa luas kekuasaan-Nya. Sekalipun semua makhluk berkumpul maka sama sekali mereka tidak dapat mempengaruhi bertambah atau berkurangnya kekuasaan-Nya tersebut.

8. Seorang Muslim hendaknya berhati-hati dalam semua perbuatannya sehingga ia bisa membersihkan dan memperbaikinya. Semuanya sudah diperhitungkan atasnya, dicatat di dalam lembaran amal-amalnya baik kecil mau pun besar. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya, [7]. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.” (az-Zalzalah:7-8)

9. Hendaknya seorang Muslim menghitung dirinya sendiri di dalam kehidupan ini sebelum dirinya diperhitungkan nanti pada hari Kiamat yang karenanya dia akan mencela dirinya sendiri, mencercanya, menyesali namun penyesalan yang tiada guna.

Umar bin al-Khaththab RA berkata, “Hitunglah dirimu sebelum dirmu diperhitungkan dan timbanglah ia sebelum dirimu ditimbang dan bersiap-siaplah untuk Hari ‘al-‘Ardl al-Akbar’ (sidang terbesar terhadap kaum Mukminin pada hari Kiamat).” (HR.at-Turmudzy secara mu’allaq. Ibn Katsir berkata, “Di dalam Musnad ‘Umar terhadap atsar yang masyhur namun terdapat Inqithaa’ (terputus pada sanadnya)”. Wallahu a’lam
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat al-‘Uluum asy-Syar’iyyah –al-Hadiits- Fi`ah an-Naasyi`ah, karya Prof.Dr.Faalih bin Muhammad ash-Shaghiir, h.124-128)Luasnya Kekuasaan Allah Dan Ampunan-Nya

10 Sep 2010

GEMA TAKBIR


ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ
ﺍﷲﺍﻜﺒﺮﻜﺑﻴﺮﺍﻭﺍﻠﺤﻤﺪﷲﻜﺜﻴﺭﺍ
ﻭﺳﺒﺣﺎﻦﺍﷲﺑﻜﺮﺓﻭﺍﺼﻳﻼ
ﻻﺇﻠﻪﺇﻻﺍﷲ
ﻭﺤﺩﻩ
ﺼﺪﻖﻭﻋﺪﻩﻭﻧﺼﺮﻋﺒﺩﻩﻭﺃﻋﺯﺟﻧﺩﻩﻭﻫﺯﻢﺍﻻﺤﺯﺍﺐ
ﻭﺤﺩﻩ
ﻻﺇﻠﻪﺇﻻﺍﷲ
ﻭﻻﻨﻌﺒﺩﺇﻻﺇﻴﺎﻩﻤﺤﻠﺼﻳﻦﻠﻪﺍﻠﺪﻳﻦﻮﻠﻮﻜﺮﻩﺍﻠﻜﺎﻔﺮﻭﻦ
ﻻﺇﻠﻪﺇﻻﺍﷲ ﺍﷲﺍﻜﺒﺮ
ﺍﷲﺍﻜﺒﺮﷲﺍﻠﺤﻤﺪ


Niat Puasa Ramadhan dan Do'a Buka Puasa