18 Jun 2010

Peran Ijma’ dalam Produk Asuransi Syari’ah

Oleh: Amirah Nahrawi
1. Pengertian Asuransi Syari’ah

“Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko....tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah”
Menurut Ijma Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Asuransi Syariah adalah
sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain.

2. Konsep Asuransi Syariah

Dalam Asuransi Syariah ada istilah Tabarru’ yang merupakan sumbangan (dalam definisi Islam = Hibah -

Dana Kebajikan). Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional.
Pada Asuransi Syariah peserta asuransi melakukan risk sharing (berbagi risiko) dengan peserta yang lainnya. Sementara pada asuransi konvensional, para peserta melakukan risk transfer (transfer risiko) kepada perusahaan asuransi. Maka, jika nasabah Asuransi Syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Ijma memiliki peran sangat penting dalam menentukan produk asuransi syari’ah, dan merupakan sumber hukum bagi perkembangan roda ekonomi islam dalam bidang ini.

3. Sejarah Asuransi Syariah

Pada jaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan Al-Aqila. Saat itu suku arab terdiri atas berbagai suku besar dan suku kecil. Sebagaimana kita ketahui, Rasulullah adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang terbesar. Menurut dictionary of islam, yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lainnya, sebagai kompensasi, keluarga terdekat dari si pembunuh akan membayar sejumlah uang, darah atau diyat kepada pewaris Qurban.
Al’aql adalah denda, sedangkan makna al’aqil adalah orang yang menbayar denda. Beberapa ketentuan system Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi social ditungkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam piagam madina yang merupakan konstitusi pertama setelah Nabi hijrah ke madina. Dalam pasal 3 Konstitusi madina, Rasullulah membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para tawanan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh karena perang, pihak tawanan harus membayar tebusan pada musuh untuk membebaskannya.
 
4. Ijma’ sebagai penentu prinsip dasar Asuransi syari’ah

Suatu asuransi diperbolehkan secara syari, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan
syariat Islam. 

Untuk itu dalam mu'amalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
 
1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama), tolong menolong, saling menjamin, tidak
berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman, “Dan saling tolong menolonglah
dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”
 
2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
 
3. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian),oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalauterjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
 
4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat
membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dariuang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang gunamembantu orang yang sangat memerlukan.
 
5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti ataskerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
 
6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
 
5. Manfaat asuransi syariah.
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:

1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
 
2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam saling tolong menolong.
 
3. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
 
4. Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
 
5. Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan
untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
 
6. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
 

7. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
 
8. Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja) .
Hasil Ijma’ dan fatwa para ulama, telah melahirkan berbagai produk asuransi syari’ah yang berguna dan bermanfaat bagi ummat Islam, bahkan bagi seluruh ummat selain islam. 

Sumber : www.nahrawi.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar anda ?

Niat Puasa Ramadhan dan Do'a Buka Puasa