20 Jun 2010

TENTANG MENGAMALKAN HADITS DHAIF


Bagian Ke II 

-  PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG MENGAMALKAN HADITS DHAIF/LEMAH

Suatu hadits dikatakan dhaif apabila hadits tersebut sanadnya terputus atau ada cacat/cela pada perawinya, seperti: berbuat dusta, tersangka dusta (baik sangkaan itu dalam bidang meriwayatkan hadits atau lainnya), sering melakukan kesalahan, sering keliru, sering lengah, sering melakukan perbuatan maksiat, salah sangka, bertentangan dengan perawi yang lain yang lebih baik, jelek hafalannya, dll.

Ulama-ulama hadits telah sepakat bahwa kita tidak boleh mengamalkan hadits dhaif dalam bidang hukum/menentukan hukum sesuatu. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang mempergunakannya dalam bidang:

  1. Fadha ‘ilul A’mal (Keutamaan-Keutamaan Amal)
    Yaitu hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan-keutamaan amal yang sifatnya sunnah ringan, yang sama sekali tidak terkait dengan masalah hukum yang qath’i, juga tidak terkait dengan masalah aqidah dan juga tidak terkait dengan dosa besar.
  2. At-Targhiib (Memotivasi)
    Yaitu hadits-hadits yang berisi pemberian semangat untuk mengerjakan suatu amal dengan janji Pahala dan Surga.
  3. At-Tarhiib (Menakuti)
    Yaitu hadits-hadits yang berisi ancaman Neraka dan hal-hal yang mengerikan bagi orang yang mengerjakan suatu perbuatan.
  4. Kisah-kisah Tentang Para Nabi Dan Orang-Orang Sholeh
  5. Do’a Dan Dzikir
    Yaitu hadits-hadits yang berisi lafazh-lafazh do’a dan dzikir.

Menurut Al-Bukhari, Muslim, Abu Bakar Ibnul ‘Araby, Ibnu Hazm dan segenap pengikut Dawud Adz-Dzahiry: kita tidak boleh mengamalkan hadits dhaif dalam bidang apapun juga walaupun untuk menerangkan fadha ‘ilul a’mal, supaya orang tidak mengatas namakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, perkataan/perbuatan yang tidak disabdakan/diperbuat oleh beliau, dan supaya orang tidak mengi’tiqatkan sunnahnya sesuatu yang sebenarnya tidak dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau belum tentu dikerjakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang membawa akibat kita diancam oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam neraka karena berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau:

# “Barangsiapa menceritakan sesuatu hal daripadaku, padahal ia tahu bahwa hadits itu bukanlah dariku, maka orang itu termasuk golongan pendusta.” (HR. Muslim)

# “Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syaikh Abu Syammah berpendapat bahwa seseorang tidak boleh menyebutkan suatu hadits dhaif melainkan ia wajib menerangkan kelemahannya. [Lihat al-Baits ‘ala Inkari Bida’ wal Hawadits (hal. 54) dan Tamaamul Minnah fiit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah hal. 32-33.]

Sedangkan menurut imam An-Nawawi dan sebagian ulama hadits dan para fuqaha: kita boleh mempergunakan hadits yang dhaif untuk fadha ‘ilul a’mal, baik untuk yang bersifat targhib maupun yang bersifat tarhib, yaitu sepanjang hadits tersebut belum sampai ke derajat maudhu (palsu). Imam An-Nawawi memperingatkan bahwa diperbolehkannya hal tersebut bukan untuk menetapkan hukum, melainkan hanya untuk menerangkan keutamaan amal, yang hukumnya telah ditetapkan oleh hadits shahih, setidak-tidaknya hadits hasan.

Menurut Imam Asy-Syarkhawi dalam kitab Al-Qaulul Badi’, bahwa Ibnu Hajar memperbolehkan untuk mengamalkan hadits dhaif dalam bidang targhib dan tarhib dengan tiga syarat berikut:

  1. Kedhaifan hadits tersebut tidaklah seberapa, yaitu: hadits itu tidak diriwayatkan oleh orang-orang yang dusta, atau yang tertuduh dusta atau yang sering keliru dalam meriwayatkan hadits.
  2. Keutamaan perbuatan yang terkandung dalam hadits dhaif tersebut sudah termasuk dalam dalil yang lain (baik Al-Qur’an maupun hadits shahih) yang bersifat umum, sehingga perbuatan itu tidak termasuk perbuatan yang sama sekali tidak mempunyai asal/dasar.
  3. Tatkala kita mengamalkan hadits dhaif tersebut, janganlah kita mengi’tiqadkan bahwa perbuatan itu telah diperbuat oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau pernah disabdakan beliau, yaitu agar kita tidak mengatas namakan sesuatu pekerjaan yang tidak diperbuat atau disabdakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Syarat yang kedua dan ketiga tersebut di atas sangat ditekankan dan ditegaskan oleh Ibnu Salam, sedangkan syarat yang pertama disetujui oleh semua ulama.

Imam Ahmad berkata: “Hadits dhaif itu lebih baik dari qiyas.” Yang dimaksud oleh Imam Ahmad dengan hadits dhaif tersebut adalah hadits yang setingkat dengan hadits hasan, karena pada masa Imam Ahmad belum ada pembagian hadits menjadi tiga kelompok, yaitu shahih, hasan dan dhaif. Yang ada baru pembagian hadits atas dua kelompok, yaitu shahih dan dhaif saja.

Pembagian hadits dari dua kelompok saja (hadits shahih dan hadits dhaif) menjadi tiga kelompok (hadits shahih, hadits hasan dan hadits dhaif) dilakukan oleh Imam At-Tirmidzi dan kemudian diikuti oleh ulama-ulama berikutnya, dimana hadits dhaif yang tidak seberapa kelemahannya dikelompokkan sebagai hadits hasan.
 


Sumber : http://www.ilma95.net

PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS

BAGIAN  I : 

-
SEJARAH SINGKAT PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS

             Pada masa permulaan Al-Qur’an masih diturunkan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menulis hadits karena dikhawatirkan akan bercampur baur dengan penulisan Al-Qur’an. Pada masa itu, disamping menyuruh menulis Al-Qur’an, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga menyuruh menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Pelarangan penulisan hadits ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

# “Janganlah kamu menulis sesuatu dariku, dan barangsiapa telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an hendaklah ia menghapusnya, dan ceritakan dariku, tidak ada keberatan (kamu ceritakan apa yang kamu dengar dariku). Dan barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya di dalam neraka.” (HR. Muslim)

Jumhur Ulama berpendapat bahwa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang melarang penulisan hadits tersebut sudah dinasakh dengan hadits-hadits lain yang mengizinkannya antara lain hadits yang disabdakan pada ‘amulfath (tahun. VIII H) yang berbunyi: “Tulislah untuk Abu Syah

Demikian pula dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada sahabat Abdullah bin Amr yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengizinkan menuliskan hadits.

Walaupun beberapa sahabat sudah ada yang menulis hadits, namun hadits masih belum dibukukan sebagaimana Al-Qur’an. Keadaan demikian ini berlangsung sampai akhir Abad I H. Umat Islam terdorong untuk membukukan hadits setelah Agama Islam tersiar di daerah-daerah yang makin luas dan para sahabat terpencar di daerah-daerah yang berjauhan bahkan banyak di antara mereka yang wafat.

Tatkala Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah (tahun 99 s/d 101 H), beliau menginstruksikan kepada para Gubernur agar menghimpun dan menulis hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Instruksi beliau mengenai penulisan hadits ini antara lain ditujukan kepada Abubakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Madinah.

Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Dhuhal Islam, Abubakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm tidak lagi meneruskan penulisan hadits ini karena setelah khalifah wafat, dia tidak lagi menjabat sebagai Gubernur.

Menurut pendapat yang populer di kalangan ulama hadits, yang pertama-tama menghimpun hadits serta membukukannya adalah Ibnu Syihab Az-Zuhri, kemudian diikuti oleh ulama-ulama di kota-kota besar yang lain.

Penulisan dan pembukuan hadits Nabi ini dilanjutkan dan disempurnakan oleh ulama-ulama hadits pada abad berikutnya, sehingga menghasilkan kitab-kitab yang besar seperti kitab Al-Muwaththa’, Kutubus Sittah dan lain sebagainya.

Sumber : http://www.ilma95.net

Shalawat Kamilah

  Shalawat ini banyak faedahnya bagi yang mengamalkan dan Shalawat ini mempun yai beberapa nama :
1. Shalawat Tafrijiyah
2. Shalawat Nariyah
3. Shalawat Kamilah

  Barang siapa yang membacanya selepas Shalat Fardhu /5 waktu ( Dzuhur, 'Asyar , Maghrib , 'Isya , Subuh ) 11x , secara rutin , insya Allah dimudahkan segala urusan, dan rizqinya 
                      
أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً  كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا  تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا   مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَد

وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ 

    وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ

بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ


ALLAHUMMA  SHOLLI  SHOLATAAN  KAMILATAN WASLLIM SALAAMAN  TAAMAN 'ALAA SAYIDINA  MUHAMMADIN TANHALLU BIHIL 'UQODUU  WATAN FARIJUU BIHIL QUROBU WATUQDHO BIHIL HAWAAIJU  WATUNAALU BIHI RROGHOOIBU   WAHUSNUL HAWATIMI WAYUSTASQO LGHOMAMU BIWAJ HIHIL KARIIMI  WA'ALAA  ALIHI WASOHBIHI  FIKULLI  LAMHATI WWANAFASIN  MBI'ADADI KULLI MA'LUMMILLAK

Do’a agar ternindar dari kemalasan

اللهُم إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ،
وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ                                         
.
             “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan penakut, dari cengkraman hutang dan laki-laki yang menindas-(ku)“

 

19 Jun 2010

Profil

Yayasan Pondok Pesantren Al-Anwariyah
Pengasuh : Ust. Aan Bahrul Anwar

Alamat : Jl Raya Labuan Km 13 Kp Cimongkor Rt 03/02 Desa Curugbarang, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten Pandeglang – Banten
HP : 081382488117 ,
Email : anwariyah_2009@yahoo.com ,
Kode Pos 42272

    Alamat Rekening : BRI UNIT CIMANUK, PANDEGLANG 
    Nomor Rekening : 4825-01-002958-53-8 
    Nama : PONPES AL-ANWARIYAH Alamat : Kampung Cimongkor Rt 03/02 Curugbarang, Cipeucang
Legalitas :
Keputusan Kepala Departemen Agama Kantor kabupaten Pandeglang
Nomor : Kd.28.02/PP.00.7/92/2008
Tanggal : 02 Januari 2008
Piagam Pendirian Pondok Pesantren Nomor : Kd.28.02/PP.00.8/22.027/2008
Status Terdaftar , Nomor Statistik Pontren (NSP) : 512360122027
Akta Notaris Syahrudin SH Nomor : 153, Tanggal 29 Oktober 2008
Bidang Pendidikan Agama Islam Salafiyah
Bidang Pendidikan Umum setara SLTP, Berijazah Nasional
Susunan Kepengurusan :

Pembina / Penasehat
Ketua : Drs H Sudarmo
Wakil Ketua : Supriadi SE
Anggota : Siti Mardiyah

Pengurus /Pengasuh :

Ketua : Ust Aan Bahrul Anwar
Sekertaris : Suheri
Bendahara I : Ade Rusmini
Bendahara II : Sri Sugilah

Pengawas :

Ketua : H Maskur
Wakil Ketua : Andang Suherman
Anggota : Sahrul A Hadi

Jumlah Santri :

Tingkat Dasar dan Menengah :
Laki-laki : 39 Siswa
Permpuan : 34 Siswi
Tingkat Aliyah :
Laki-laki : 29 Siswa
Permpuan : 24 Siswi
Tenaga Pengajar / Ustad :

Ika Melina Virgiyati
Dena Hartami
Supriyadi
Aan BA
Yani M
M.Imadudin
Sarana, Prasarana :
Tanah Wakaf Pon-Pes
Majlis Ta’lim
Ruang belajar
Asrama Santri

Visi, Misi dan Tujuan

Visi :

- Menghasilkan bangsa yang beradab, beriman dan berahlakul karimah yang islami dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Menghasilkan Ummat yang Cerdas, Trampil, mandiri, dan mampu mengembangkan diri, serta bertanggung jawab.

Misi :

- Menyiapkan generasi /kader Muslim yang menguasai ilmu pengetahuan agama islam dan pengetahuan umum secara luas serta memiliki kepribadian yang terpuji
- Menyiapkan generasi/kader muslim yang memiliki sifat istiqomah terhadap ajaran agama serta dapat mengamalkan dengan penuh keikhlasan dan mampu menerapkan dalam kehidupan ummat.
- Mewujudkan Pondok Pesantren AL-ANWARIYAH yang berkualitas dan profesonal
- Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan professional tenaga pengajar sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan.

Tujuan :

- Mendidik santri agar memiliki keimanan yang kuat dan mantap terhadap kebenaran ajaran islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
- Mendidik santri agar mampu berpikir rasional yang dilandasi dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu menjabarkannya pada agama islam sehingga dapat mengembangkan pri kehidupan ummat.
- Mendidik santri agar memiliki kemampuan dalam menuangkan hasil pikirannya yang rasional dan dapat mengkaji /menelaah hal-hal yang bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu da’wahnya .
- Tercapainya kehidupan yang lebih baik didalam maupun diluar pesantren dengan melestarikan budaya islam dan nilai-nilai kepesantrenan

Dasar Pemikiran

Landasan konsep Al-Anwariyah sebagaimana dalam :

1.  Al-Qur’an yang artinya :

Hendaklah ada suatu ummat diantara kamu sekalian yang selalu mengajak pada kebaikan , menyuruh pada yang baik dan mencegah dari kemungkaran, dan hanya merekalah orang-orang yang beruntung .

2.  Al-Hadis yang artinya :

a.  Belajarlah kalian semua pada ilmu , kemudian ajarkanlah kepada semua umat manusia.
b.  Sebaik – baik manusia adalah Memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi ummat manusia.


3. Amar Ma’ruf , Nahi Anil Munkar, dan
4. Mendukung Program pemerintah : Dalam upaya menuntaskan Wajib Belajar Dikdas 9 tahun
5. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam keilmuan

Niat Puasa Ramadhan dan Do'a Buka Puasa